Lelang Jabatan Kepala DPMD Padang Pariaman Menentukan Nasib 103 Nagari!

AdSense New

Lelang Jabatan Kepala DPMD Padang Pariaman Menentukan Nasib 103 Nagari!

Kamis, 23 Oktober 2025
Kantor Bupati Padang Pariaman di IKK Parik Malintang (foto.saco)
 

"Rakyat tak butuh pejabat berpakaian rapi di ruang rapat. Mereka butuh "sosok pemimpin" yang mau menjejak lumpur, menyalakan semangat dari hati nagari ke hati rakyat"


Padang Pariaman - Di tengah riuh rendah bursa jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman, satu kursi kini menjadi sorotan tajam adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD). Jabatan ini bukan sekadar posisi struktural, tapi penentu arah hidup 103 nagari dari pesisir hingga perbukitan.


Publik menaruh harapan besar agar proses seleksi ini tak menjadi panggung tarik-menarik kepentingan. Warga ingin sosok yang benar-benar paham danyuik nagari. Bukan pejabat berpakaian rapi yang sibuk di balik meja, tapi pemimpin yang berani menjejak lumpur dan mendengar suara rakyat kecil.


Di banyak nagari, fakta getir masih terbentang. Puluhan pemerintahan nagari belum punya kantor tetap, bahkan masih menumpang di rumah warga. Sementara cita-cita akan mempunyai 150 nagari seperti disampaikan Bupati John Kenedy Azis. Apakah terwujud kelak?, sedangkan merealisasikan 15 Nagari Persiapan saja, belum jelas juntrungnya hingga tulisan ini dinaik tayangkan.


Disini, ditunggu pemimpin yang benar-benar mau menyalakan api perubahan dari tanah lapangan, bukan dari podium. Mereka tak peduli siapa yang bakal duduk di kursi empuk kepala dinas. So, mereka rindukan hanyalah pemimpin yang tahu di mana kaki harus berpijak. Di tanah rakyat, bukan di awang-awang kekuasaan. Apalagi pesanan. Entahlah! 


Nah, jabatan Kepala DPMD sebuah jabatan yang bukan sekadar posisi birokratis. Melainkan penentu arah hidup 103 nagari dari pesisir hingga perbukitan.


Publik kini menahan napas. Mereka tak ingin proses ini berubah menjadi ajang bagi kepentingan kelompok atau transaksi politik. Dibutuhkan bukan pejabat yang lahir dari ruang rapat ber-AC, ataupun meng-atas-namakan komunitas. Melainkan dari debu jalanan nagari. Mereka yang tahu betapa getirnya warga harus menyewa rumah warga untuk sekadar dijadikan kantor pemerintahan.


 Ya, itulah fakta getir hari ini. Puluhan nagari di Padang Pariaman belum memiliki kantor permanen. Beberapa masih menumpang di rumah penduduk. Sebuah ironi di tengah gegap gempita jargon “otonomi desa”. Ini butuh langkah berani. Motivasi yang bermakna untuk semua. 


Bukankah nagari adalah jantung pembangunan daerah? Tapi bagaimana jantung itu berdetak, jika ruang geraknya saja masih disekat sempitnya fasilitas? Kalau bisa berikan program unggulan spesifik setiap nagari?


Menurut catatan penulis, bahwa 43 nagari hasil pemekaran tahun 2013, hampir semuanya masih berjuang bertahan. Diantaranya harus menyisihkan dana jutaan rupiah setiap tahun hanya menyewa bangunan. Dana yang mestinya bisa menghidupkan program pemberdayaan justru tersedot untuk sekadar tampaik bartaduah.


Lebih ironis lagi, semangat masyarakat dari 21 calon nagari persiapan hampir dua tahun itu, telah lama ingin berdiri sendiri, kabarnya baru yang lolos dokumen 15 untuk Nagari Persiapan, kini seolah padam dibawa hembusan angin lawuik Piaman. Dokumen sudah disusun, dukungan masyarakat mengalir, tapi kabar pemekaran itu lenyap begitu saja. Seperti janji pembangunan yang menguap di udara panas birokrasi.


Kepala DPMD yang ideal bukanlah pejabat yang sibuk menandatangani surat, tapi pembina jiwa nagari. Ia harus paham regulasi, menguasai dinamika sosial, namun juga tak canggung duduk bersila di teras rumah warga. Masyarakat tak butuh surat edaran, mereka butuh sentuhan manusiawi.


DPMD bukan sekadar mengurus administrasi, tapi menjaga “roh” dari filosofi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Kepala dinas harus bisa menafsir adat tanpa menyalahi hukum, menjadi penyeimbang antara moral dan regulasi. Tugas ini bukan untuk birokrat biasa, tapi untuk mereka yang punya nurani.


Rakyat kini lah bosan dengan pejabat yang pandai berbicara di podium, tapi dia takut melangkah ke lahan bacilapuik. Mereka ingin pejabat yang berani menatap mata petani. Mendengar kegelisahan untuk pemberdayaan kaum perempuan. Menyemangati pemuda nagari yang sedang kehilangan arah. Pemerintahan yang manusiawi, bukan administratif semata.


Oleh sebab itu, lelang jabatan Kepala DPMD kali ini, bukan sekadar urusan formasi struktural. Ini adalah pertarungan moral, intelektual dan integritas. Di tangan kepala dinas itulah nasib nagari akan ditentukan. Apakah menjadi bara yang padam, atau api yang membakar semangat kemandirian.


Lanjut, siapa pun yang kelak terpilih, ingatlah. Jabatan ini bukan hadiah, tapi amanah dari tanah yang masih haus akan perhatian. Api semangat perubahan itu harus dijaga. Bukan untuk membakar lawan, Tapi untuk menerangi langkah 103 nagari menuju cahaya kesejahteraan yang sejati.(saco).