Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik tambang pasir ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Aktivitas ilegal yang berlangsung di area konservasi itu diperkirakan menghasilkan perputaran uang mencapai Rp3 triliun dalam dua tahun terakhir.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Moh Irhamni, mengungkapkan bahwa penyelidikan mengidentifikasi 36 lokasi penambangan tanpa izin serta 39 depo pasir yang tersebar di lima kecamatan: Srumbung, Salam, Muntilan, Mungkid, dan Sawangan.
“Penambangan liar di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menimbulkan kerugian besar bagi negara dan merusak ekosistem yang seharusnya dilestarikan,” ujar Brigjen Irhamni, dikutip dari iNews Semarang, Senin (3/11/2025).
Operasi gabungan dilakukan pada Sabtu (1/11/2025) di sepanjang alur Sungai Batang, Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, serta di sebuah depo pasir di Tejowarno, Tamanagung, Muntilan. Seluruh titik itu terbukti beroperasi tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dan berada dalam area taman nasional.
Dalam aksi penegakan hukum tersebut, polisi menyita enam ekskavator dan empat truk sebagai barang bukti. Tambang ilegal tersebut diketahui telah berjalan sekitar satu setengah tahun dengan luas area pengerukan mencapai 6,5 hektare.
Audit penyelidikan menunjukkan nilai transaksi dari kegiatan tambang ini mencapai sekitar Rp48 miliar. Sementara itu, akumulasi nilai transaksi tambang pasir ilegal di wilayah Magelang dalam dua tahun terakhir diperkirakan menembus Rp3 triliun.
“Kami tidak hanya menangkap pelaku di lapangan, tetapi juga menelusuri pihak-pihak yang terlibat dalam rantai bisnis ilegal ini, mulai dari hulu hingga hilir,” tegas Irhamni.
Praktik tambang ilegal tersebut dinilai sangat membahayakan lingkungan, terutama karena berpotensi merusak aliran sungai serta meningkatkan ancaman banjir lahar dingin di kawasan lereng Merapi.
Saat ini, Bareskrim tengah memperdalam penyelidikan untuk mengungkap jejaring ekonomi maupun politik di balik operasi ilegal tersebut, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum aparat maupun pengusaha setempat.
“Penindakan ini tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga memastikan keberlanjutan lingkungan dan pemanfaatan kekayaan alam bagi kemakmuran rakyat,” ujar Irhamni.
Polri juga mengapresiasi peran aktif masyarakat dan tokoh setempat yang membantu memberikan informasi. Menurut Irhamni, partisipasi publik menjadi elemen penting dalam melindungi kawasan konservasi dari kerusakan terencana.(des*)
Komentar