Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi Penting -->

Iklan Atas

Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi Penting

Rabu, 15 September 2021
Rektor Universitas Eka Sakti (Unes), Dr. Otong Rosadi. SH. M.Hum, saat membuka Kuliah Umum di Auditorium Unes secara virtual, Selasa (14/9/2021).


Padang, fajarsumbar.com - Lembaga pendidikan merupakan basis pendidikan karakter bagi generasi muda untuk jangka panjang. Untuk itu, sangat penting menanamkan pendidikan anti korupsi secara berkesinambungan.


Hal itu dikatakan Rektor Universitas Eka Sakti (Unes), Dr. Otong Rosadi. SH. M.Hum, saat membuka Kuliah Umum di Auditorium Unes secara virtual, Selasa (14/9/2021).


Pada kuliah umum yang bertemakan "Pentingnya Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi, Otong menyebutkan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang dampaknya sangat besar. Dampaknya tidak saja merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak sendi-sendi perekonomian nasional.


Kuliah umum itu juga menghadirkan nara sumber dari Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dr. Ir. Wawan Wardiana, M.T. Ia memberikan kuliah umum di Auditorium Unes secara virtual.


Menurut rektor, kegiatan antara KPK dengan Unes yang dilaksanakan dalam konteks KPK tengah menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan pasal 6 huruf a tindakan pencegahan, sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi. Wewenang KPK salah satunya melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat termasuk kampus.


Sementara itu, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat pada KPK, Dr. Ir. Wawan Wardiana, M.T mengatakan, satu orang saja melakukan korupsi berakibat pada negara dan bangsa.  


"Kalau para korupsi pengusaha, rusak harga barang tidak bersaing dengan sehat, jual beli dilakukan kurang sehat. Kalau Aparat Hukum melakukan korupsi bukan dia saja kena dampaknya tetapi kita juga kena korbanya," ujarnya.


Menurutnya, ada asumsi hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas, penegak hukum mejalankan tugasnya berantakan, kalau yang melakukan partai politik berarti demokrasi gagal.


"Kita perlu belajar menghitung dampak dari korupsi yang implisit dan pernah mendengar seseorang divonis sekian tahun, lalu disuruh mengembalikan uang meliaran," ujarnya.


Pada kesempatan itu ia berharap, dosen menjadikan anti korupsi sebagai mata kuliah wajib. Jika mahasiswa dalam penelitian dan membutuhkan bahan untuk skripsi dan kajian berhubungan dengan korupsi, KPK siap memberikan materi bila dibutuhkan. (Rdz)