Wako Riza Falepi Dengan Santai : Saya Nggak Minta -->

Iklan Atas

Wako Riza Falepi Dengan Santai : Saya Nggak Minta

Kamis, 22 April 2021
Riza Falepi 

"Tanggapi Tudingan Oknum DPRD Limapuluh Kota"

Payakumbuh, fajarsumbar.com --- Wali Kota Riza Falepi memberikan respon dan tanggapan balik tentang tudingan Anggota DPRD Limapuluh Kota yang menyampaikan Pemko Payakumbuh seakan seperti anak yang durhaka kepada Pemkab Limapuluh Kota terkait aset eks kantor bupati dan aset lainnya milik Pemkab yang masih berdiri di wilayah administrasi Kota Payakumbuh.


"Ini bukan masalah Kota Payakumbuh dalam artian bertali dunsanak dengan Pemkab secara kemasyarakatan, kalau urusan kultural kita urang satu luhak, Luhak Nan Bungsu dan badunsanak. Tapi sekarang kita bicara masalah administrasi pemerintahan. Aturan ya aturan," kata Riza kepada media, Rabu (21/4) malam.


Riza hanya mempertanyakan apakah bakal dibiarkan setelah lima puluh tahun berlalu sejak dua daerah dimekarkan menjadi aset tertinggal, bahkan tidak terkelola pemanfaatannya. Malahan yang terburuknya tidak memberikan efek apa-apa ke masyarakat Payakumbuh dan sekitarnya. 


"Kalau Pemkab Limapuluh Kota kota bisa urus sendiri silahkan, asal ikut aturan main pemko karena asetnya berada di Payakumbuh," ujarnya.


Riza juga menyampaikan, toh bila Pemkab mengelolanya, apakah tidak akan tersandung dengan aturan yang ada di Payakumbuh seperti Perda Tata Ruang, termasuk syarat aturan membangun di luar wilayah administrasi pemda ybs juga lebih rumit.


"Sekarang kita lihat di komplek eks kantor bupati itu ada Izin Mendirikan Bangunannya nggak? Sesuai peruntukan nggak? Masih baik wali kota tidak membongkar, karena tahu ada yang tidak sesuai aturan, kadang kasihan saya melihat cara DPRD menanggapinya," tukuk Riza.


Sebagai Wali Kota Payakumbuh, Riza menegaskan dirinya tidak meminta aset eks kantor bupati tersebut, cuma, kata Riza DPRD Payakumbuh aja yang kegenitan bikin panitia khusus (Pansus) segala.


"Kalau kita buka aturan aset terbaru bahwa aset sesama pemda atau sesama pemerintah kalau dipindahkan memang cukup antar eksekutif saja, itu bunyi aturannya, kenapa ada oknum DPRD Kabupaten yang kebakaran jenggot? Mau diajak bicara atau nggak sama bupati itu urusan internal Pemkab. Tapi ingat, menurut aturan sekarang memang cukup tanda tangan kepala daerah saja," ulasnya.


Wali Kota Dua Periode itu juga menjelaskan kalau dianggap salah, mengapa tidak tertera tanda tangan ketua atau anggota DPRD untuk hibah sesama pemerintah saat ini? Beberapa kali dalam 2 tahun terakhir hibah antar pemerintah di Payakumbuh tidak ada satupun tanda tangan ketua atua anggota DPRD, dan itulah aturan yang ada.


"Urusan bapak sama anak itu kan istilah orang Kabupaten Limapuluh Kota saja, faktanya kalau Payakumbuh punya bapak tentu tidak merasa jadi anak yatim dong. Selama ini faktanya begitu," kata Riza.


Disampaikannya, harusnya kembali ke sejarah yang benar, bukan simplifikasi bapak sama anak. 


"Ini kok saya yang dituding, anak nggak minta apa-apa kenapa malah yang merasa bapak marah-marah haknya mau diambil ya? Oknum DPRD Kabupatan Limapuluh Kota harusnya urus sajalah dapilnya, masih banyak kerjaan belum selesai, misalnya lihatlah jalan ke dapil apa sudah baguskah, irigasi udah baikkah, urusan Covid-19 sudah membaikkah, dan lain-lain," jelasnya.


Diakhir wawancaranya, Riza menyampaikan kalau aturan pemindahan aset memang begitu apa adanya, apabila antar sesama pemerintah tidak perlu tanda tangan DPRD. 


"Terima sajalah kalau aturannya begitu, jangan mengajarkan tentara berbaris pula. Kalau Liko nggak mau kasih ke Payakumbuh, ya nggak apa-apa. Hal yang perlu diingat oknum DPRD Limapuluh Kota tersebut adalah, bahwa aset mereka ada di tempat orang lain, seharusnya ikut dengan aturan yang berlaku di wilayah tersebut. Silahkan mau diapain, asal ikut aturan di ‘halaman’ orang lain," tukuknya


"Soal aturan kadang anggota dewan sering protes, namun harap diingat bahwa eksekutif  tentu lebih sering bergumul dengan aturan. Contoh hal lain adalah kalau aset kabupaten di kota juga tidak sesuai peruntukannya, tidak sesuai tata ruang ya bisa dibongkar. Nggak usah marahlah, lihatlah aturan baru bicara. Kalau aturan memang kadang nggak pakai perasaan dan kadang susah diterima bagi anda yang berbeda pendapat maupun keinginan dengan aturan tersebut," pungkasnya. (*)