Tanggul Tak Sanggup Hadang Tsunami Selatan Jawa -->

Iklan Atas

Tanggul Tak Sanggup Hadang Tsunami Selatan Jawa

Kamis, 19 Agustus 2021
ilustrasi


Jakarta - Ahli menyebut membangun tanggul di kawasan rawan tsunami, seperti di kawasan megathrust selatan Jawa yang gelombangnya berpotensi merambat hingga pantai utara dan menyapu Istana, tidak realistis.


Pakar Geologi sekaligus dosen Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (UNPAD) Dicky Muslim menyebut hal ini berdasarkan kasus mitigasi gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang pada 2011.


"Membangun tanggul-tanggul di lokasi rawan tsunami tidak realistis. Karena pengalaman di Jepang, banyak tanggul yang sudah dibuat tapi tetap menjadi korban masyarakat," tuturnya saat dihubungi, Rabu (18/8/2021) sebagaimana dikutip pada cnnindonesia.com.


Ia mengatakan membangun infrastruktur seperti benteng dianggap tidak efisien, karena tidak bisa ditebak apakah gelombang air itu akan tertahan atau tidak oleh benteng.


Pada bencana tsunami di Jepang, beberapa wilayah dibangun benteng setinggi 8 hingga 10 meter untuk menahan gelombang. Namun nahas tinggi gelombang melebihi benteng yang dibangun itu.


Sebelumnya,BMKG sempat menyampaikan potensi tsunami di selatan Jawa dengan ketinggian hingga 20 meter akibat gempa Megathrust dengan magnitudo 8.7 Mw hingga 9.0 Mw.


Belakangan, Kepala Laboratorium Geodesi ITB Heri Andreas mengingatkan agar tak cuma warga pesisir selatan Jawa saja yang waspada. Sebab, tsunami ini bisa berpengaruh juga pada warga pesisir utara Jakarta. Berdasarkan pemodelan yang ia lakukan, kemungkinan tsunami 20 meter di selatan Jawa pun akan menimbulkan tsunami 1-1,5 meter di pantai utara Jakarta.


Akibat penurunan tanah di Jakarta,Heri berpendapat gelombang tsunamiakan berdampak lebih besar hingga mencapai kawasan Pluit, Ancol, Gunung Sahari, Kota Tua hingga Gajah Mada.


"Kalau kita perhatikan modelnya ternyata nyaris menyentuh Istana (Presiden)," ujarnya.


Menurutnya pembuatan tanggul itu juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat sekitar menjadi kurang waspada ketika terjadi tsunami.


"Bahkan tanggul itu bisa menjadi mengurangi kewaspadaan lah secara psikologis. Karena dianggap sudah ada tanggul ini. Padahal seharusnya ada peringatan gempa dan tsunami seharusnya cepat-cepat kabur," tuturnya.


Sehingga, ia menyarankan mitigasi paling realistis adalah membuat warga sadar dan waspada. Hal ini dibangun lewat penyuluhan apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa berpotensi tsunami, membuat titik kumpul, penandaan wilayah-wilayah aman. (*)