Korsel Latihan Militer Bareng AS, China Ngegas Bareng Rusia -->

Iklan Atas

Korsel Latihan Militer Bareng AS, China Ngegas Bareng Rusia

Rabu, 11 Agustus 2021

 

Latihan militer AS dan Korsel 

Seoul - Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) menggelar latihan militer awal pada Selasa waktu setempat. Sementara di China, pasukan militer China dan Rusia juga menggelar latihan militer gabungan skala besar.


Dilansir AFP, Selasa (10/8/2021) militer Korsel dan AS memulai latihan awal pada Selasa (10/8) waktu setempat. Latihan awal itu dilakukan menjelang latihan gabungan tahunan yang digelar pekan depan.


Korsel dan AS merupakan sekutu perjanjian, di mana AS menempatkan sekitar 28.500 tentara di wilayah Korsel untuk membela negara itu dari negara tetangga, Korea Utara yang memiliki kemampuan nuklir, sebagaimana dikutip detikcom.

Kedua negara sebelumnya mengurangi latihan gabungan tahunan semacam ini demi memfasilitasi perundingan nuklir dengan Korut.    


Merespons latihan militer itu, Kim Yo-Jong, adik pemimpin Korut, Kim Jong-Un, menuduh otoritas Korsel berkhianat karena tetap menggelar latihan militer gabungan dengan AS.


Kim Yo-Jong kemudian memperingatkan bahwa Korsel dan AS akan menghadapi ancaman keamanan lebih besar. Ancaman ini disampaikan Kim Yo-Jong setelah Korsel dan Korut pada bulan lalu menyepakati pemulihan komunikasi lintas perbatasan yang terputus sejak setahun lalu. Diumumkan juga bahwa pemimpin kedua negara sepakat berupaya meningkatkan hubungan.


Latihan militer Korsel dan AS yang tetap digelar itu membuat Kim Jong-Un mengecam Korsel. Dia menyebut latihan militer gabungan itu 'berbahaya'. Sejak lama, Korut menganggap latihan gabungan semacam itu sebagai latihan untuk menginvasi wilayahnya.


Kim Yo-Jong menyebut latihan gabungan itu merupakan 'tindakan yang tidak diinginkan, yang menghancurkan diri sendiri' yang mengancam rakyat Korut dan meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea.


"Amerika Serikat dan Korea Selatan akan menghadapi ancaman keamanan yang lebih serius dengan mengabaikan peringatan berulang kali dari kami dengan melanjutkan latihan perang yang berbahaya," sebut Kim Yo-Jong.


China Ngegas Bareng Rusia


Sementara itu, di wilayah China bagian barat laut pasukan militer China dan Rusia menggelar latihan militer gabungan skala besar. Latihan gabungan ini akan melibatkan lebih dari 10.000 personel militer kedua negara.


Dilansir Reuters dan Associated Press, Selasa (10/8), latihan militer gabungan yang bernama Sibu/Cooperation-2021 ini dipandang sebagai pertanda bahwa China dan Rusia tengah memperluas kerja sama militer saat kedua negara sama-sama berselisih dengan Barat.


Dalam laporan kantor berita Xinhua latihan militer gabungan ini dimulai sejak Senin (9/8) waktu setempat. Latihan ini dipimpin oleh Li Zuocheng, anggota Komisi Militer Pusat pada Partai Komunis yang berkuasa di China.


"Bertujuan untuk memperdalam operasi anti-terorisme gabungan antara militer China dan Rusia dan menunjukkan tekad teguh dan kuat dari kedua negara untuk bersama-sama menjaga keamanan dan stabilitas internasional dan regional," demikian seperti dilaporkan Xinhua yang mengutip pejabat China dan Rusia.


"Ini mencerminkan ketinggian baru dari kemitraan koordinasi strategis komprehensif Rusia-China untuk era baru dan kepercayaan strategis, pertukaran pragmatis, dan koordinasi antara kedua negara," imbuh laporan Xinhua tersebut.

Surat kabar Rusia, Kommersant, secara terpisah melaporkan bahwa latihan militer gabungan ini akan berlangsung hingga Jumat (13/8) mendatang. Dalam latihan gabungan ini juga disebutkan tentara Rusia untuk pertama kalinya akan menggunakan persenjataan China. Kedua negara diketahui telah menggelar latihan militer gabungan sejak tahun 2005.


Kementerian Pertahanan Rusia dalam pertanyaannya menyebut militer Rusia mengirimkan jet tempur Sukhoi Su-30SM, unit senapan bermotor dan sistem pertahanan udara dalam latihan gabungan itu. Latihan ini, disebutkan bahwa latihan fokus pada pemberantasan terorisme.


Latihan gabungan China-Rusia ini digelar saat kelompok Taliban semakin menguasai wilayah-wilayah strategis di Afghanistan, yang situasi keamanannya memburuk sejak Amerika Serikat (AS) menarik pasukannya usai dua dekade berperang di sana. Penarikan tentara itu memicu kekhawatiran keamanan bagi Rusia.


Sedangkan wilayah Xinjiang diketahui berbagi perbatasan dengan Afghanistan, China mengkhawatirkan kekerasan yang menyelimuti Afghanistan akan meluas hingga ke perbatasan, jika Taliban berhasil merebut kendali usai penarikan tentara AS. (*)