Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS (Kanan) dalam diskusi publik IDEASTalk di Jakarta, Kamis (04/08/2022). Foto: IDEAS |
JAKARTA -
Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS)
menilai upaya RUU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) yang
menghapus kewajiban spin off pada 2023 merupakan kebijakan yang
kontraproduktif dan langkah mundur dalam pengembangan perbankan syariah
nasional.
Di dalam RUU tersebut spin off tidak memiliki batas
waktu dan karenanya menjadi BUS (Bank Umum Syariah) tidak lagi menjadi
keharusan sepanjang aset UUS tidak mencapai 50 persen dari induk
BUK-nya.
“kebijakan kewajiban spin off pada 2023 sejak
diundangkan pada Juli 2008, terbukti berhasil mengakselerasi pertumbuhan
industri perbankan syariah nasional,” kata Yusuf Wibisono, Direktur
IDEAS dalam diskusi publik IDEASTalk di Jakarta, Kamis (04/08/2022).
Yusuf
menambahkan pada 15 tahun awal eksistensi-nya, yaitu sejak
diperkenalkan pada 1992 hingga Juni 2008, pangsa pasar perbankan syariah
hanya mencapai 2,36 persen saja.
“Sejak UU No. 21/2008 hadir
pada Juli 2008 dan membawa sejumlah ketentuan yang mendorong pelaku
untuk serius membesarkan industri, pangsa pasar perbankan syariah mampu
meningkat signifikan. Terbukti dalam 15 tahun terakhir, antara Juni 2008
hingga Maret 2022, pangsa pasar perbankan syariah melonjak dari 2,36
persen menjadi 6,71 persen,” ungkap Yusuf.
Lebih jauh, pasca UU
No. 21/2008, Indonesia telah berada di arah yang tepat, yaitu jumlah UUS
menurun dan jumlah BUS meningkat. Bila pada Juni 2008, jumlah BUS dan
UUS berturut-turut adalah 3 dan 28, maka kini, pada Maret 2022, jumlah
BUS melonjak menjadi 12 dan jumlah UUS menurun menjadi 21.
“Hal
ini jelas menunjukkan bahwa kewajiban spin off oleh UU No. 21/2008
adalah kredibel dan berhasil mendorong pelaku perbankan syariah untuk
serius mengembangkan industri dalam jangka panjang dengan membentuk
BUS,” tutur Yusuf.
Pasca UU No. 21/2008 setidaknya telah berdiri
11 BUS, yaitu Bank Bukopin Syariah (Desember 2008), BRI Syariah (Januari
2009), Bank Panin Dubai Syariah (Desember 2009), Bank Victoria Syariah
dan BCA Syariah (April 2010), BJB Syariah (Mei 2010), BNI Syariah (Juni
2010), Maybank Syariah (Oktober 2010), BTPN Syariah (Juli 2014), Bank
Aceh Syariah (September 2016) dan Bank NTB Syariah (September 2018).
Dalam
waktu dekat, setidaknya akan terdapat tambahan 3 BUS baru yaitu rencana
spin off UUS Bank Sinarmas dan rencana konversi Bank Riau Kepri dan
Bank Nagari.
“Dari berbagai perubahan fositif yang terjadi, kami
berkesimpulan RUU P2SK, yang merupakan amandemen UU No. 21/2008 dan
wacana penghapusan kewajiban spin off pada 2023, secara jelas
bertabrakan dengan common practice dan melemahkan upaya membesarkan
industri perbankan syariah nasional,” ujar Yusuf.
Dalam
kesempatan yang sama anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati menjelaskan
ttg pasal 68 Undang-Undang No 21 Tahun 2008 terkait dengan kewajiban
bagi Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah melakukan
spin-off dengan aset 50% atau paling lambat 15 tahun dari berlakunya
Undang-undang tersebut.
“Pada draft RUU P2SK, pasal 68 terkait
dengan spin off perbankan syariah ini sempat dihapus. Namun saat
pembahasan, ada usulan agar pasal ini tidak dihapus. Namun apabila
klausul batas waktu spin off selama 15 tahun dimunculkan, maka batas
waktu dilakukan spin off adalah 2022 ditambah lima belas tahun sehingga
batas waktunya adalah 2037,” ungkap Anis.
Anis menambahkan, payung hukum terkait ekonomi syariah termasuk di dalamnya perbankan syariah diperlukan.
“Karena
itu, untuk memperjuangkan konsep ideal dari perbankan syariah, RUU
Ekonomi Syariah yang saat ini posisinya di long list Prolegnas, perlu
didorong utk menjadi prolegnas prioritas di tahun 2023,” tutup Anis.[]