Minyak Jelantah Berbahaya untuk Kesehatan, Tingkatkan Risiko Obesitas hingga Kanker -->

Iklan Muba

Minyak Jelantah Berbahaya untuk Kesehatan, Tingkatkan Risiko Obesitas hingga Kanker

Rabu, 22 Maret 2023

Ilustrasi minyak jelantah. Minyak bekas dipakai untuk menggoreng ini tidak baik untuk kesehatan. 



Jakarta  Minyak jelantah ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan. Minyak goreng sisa, bekas dipakai untuk menggoreng ini bisa meningkatkan risiko kanker hingga menjadi sumber berbagai penyakit lainnya seperti obesitas.


"Selain meningkatkan risiko kanker, minyak jelantah juga bisa menjadi sumber munculnya berbagai penyakit seperti infeksi bakteri, obesitas, hingga penyakit degeneratif," kata Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, M. Agr dalam keterangannya, Rabu (22/3/2023), sebagaimana dikutip iNews.id.


Prof Sedarnawati mengatakan, minyak jelantah dapat menjadi media penyerapan radikal bebas yang akan ikut terserap ke dalam makanan yang digoreng. 


"Zat tersebut kemudian akan menjadi karsinogen penyebab kanker yang akan menyerang sel tubuh seseorang yang mengonsumsi makanan tersebut," ujarnya.


Berdasarkan penelitian para ahli dari University of the Basque Country di Spanyol, kata Prof Sedarnawati, menunjukkan minyak jelantah mengandung senyawa organik aldehid yang dapat berubah menjadi zat karsinogen yang memicu penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, alzheimer, dan parkinson.


"Minyak goreng yang sudah dipakai berkali-kali juga menjadi sarang untuk perkembangbiakan berbagai jenis bakteri. Bakteri itu hidup dan berkembang dengan memakan remah-remah sisa gorengan yang mengendap di minyak jelantah atau yang menempel pada wajan," kata Prof Sedarnawati.


Minyak jelantah ternyata juga mengandung kadar kalori dan lemak trans yang akan terus meningkat. Hal inilah yang akan memicu obesitas yang akhirnya dapat berujung pada berbagai komplikasi serius seperti diabetes atau penyakit jantung.


Auditor senior Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) itu mengatakan, minyak jelantah juga perlu dicermati aspek kehalalannya.


Risiko mengonsumsi minyak jelantah yang tak halal menjadi lebih tinggi saat masyarakat membeli gorengan dari para penjaja makanan yang belum bersertifikat halal. 


"Pedagang jenis ini umumnya menggunakan minyak jelantah yang dibeli dari restoran lalu dimurnikan kembali. Lebih hemat memang tapi sangat diragukan kehalalannya, karena tidak diketahui minyak goreng tersebut sebelumnya digunakan untuk menggoreng makanan halal atau tidak," ujarnya. 


Dia mengingatkan masyarakat untuk selalu membeli minyak goreng yang telah bersertifikat halal, kemudian hindari gunakan minyak goreng secara berulang-ulang. "Maksimal penggunaan cukup dua sampai tiga kali penggorengan," ucapnya.(*)