Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi |
Padang – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi, mengancam akan menarik Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) asal provinsinya jika mereka tetap dipaksa untuk melepas jilbab saat bertugas dalam upacara pengibaran bendera merah putih pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pernyataan ini disampaikan Mahyeldi dalam program *Apa Kabar Indonesia Malam* (AKIM) yang ditayangkan di stasiun televisi tvOne dengan topik 'Larangan Jilbab Paskibraka, Ulah Siapa?' pada Rabu malam, 14 Agustus 2024.
“Memang secara lisan tidak ada pemaksaan, tapi dalam praktiknya terjadi pemaksaan. Kami dari Sumbar menentang tindakan yang telah dilakukan oleh panitia. Kami berharap ini tidak terulang lagi, jika masih terjadi, kami akan menarik anak-anak kami dari pasukan tersebut,” tegasnya, seperti dilansir dari Radarsumbar.com.
Mahyeldi menilai bahwa insiden yang terjadi pada malam pengukuhan Paskibraka di IKN tidak mungkin terjadi secara tidak sengaja karena persiapan sudah dilakukan jauh-jauh hari.
“Apa yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sudah melanggar prinsip-prinsip yang selama ini kita junjung, bahkan BPIP sendiri yang sering kali turun ke daerah untuk menanamkan semangat persatuan dan saling menghargai. Tindakan yang diambil oleh panitia kali ini jelas melanggar banyak hal dan menunjukkan ketidakprofesionalan,” ujarnya.
Menurut Mahyeldi, hal pertama yang dilanggar adalah kebebasan menjalankan ajaran agama. Bagi umat Islam, mengenakan jilbab merupakan bagian dari keyakinan. Selama ini, beberapa pihak mempermasalahkan penggunaan jilbab, namun hal itu tidak dapat dibenarkan.
“Kegiatan ini telah dirancang dan dipersiapkan dengan baik, tetapi mengapa di saat-saat terakhir terjadi hal seperti ini? BPIP selama ini mengajarkan kita untuk saling menghargai dan ber-Bhinneka Tunggal Ika, namun tindakan yang diambil oleh pelaksana justru bertentangan dengan nilai-nilai tersebut,” tambahnya.
Mahyeldi menuntut agar pihak pelaksana meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena tindakan mereka telah merusak nilai-nilai yang diajarkan oleh Pancasila.
“Apalagi dalam situasi saat ini, sangat tidak pantas karena dapat menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Saya kira sekarang ini ada respons luar biasa dari masyarakat yang tidak setuju dengan tindakan ini. Tindakan yang tidak bijaksana dalam situasi saat ini, apalagi menjelang Pilkada serentak di Indonesia, malah membuat situasi tidak nyaman dan mengganggu stabilitas,” tuturnya.
Mahyeldi menegaskan bahwa Presiden sebenarnya sudah menyerukan untuk menjaga harmonisasi, namun tindakan ini justru merusak harmonisasi itu sendiri.
“Kebijakan yang dilakukan pada pengukuhan Paskibraka malam tadi harus dihentikan jika melarang penggunaan jilbab. Selama ini tidak ada masalah dengan penggunaan jilbab dalam upacara di daerah-daerah, namun mengapa sekarang muncul masalah seperti ini. Saya yakin ini terjadi tanpa sepengetahuan Presiden,” katanya.
Sebelumnya, Mahyeldi meminta BPIP untuk segera memberikan penjelasan kepada publik terkait simpang siur informasi larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka yang akan bertugas pada Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79 di IKN. Jika benar aturan tersebut diberlakukan, Mahyeldi berharap agar BPIP segera mencabutnya.
“Kami berharap BPIP sebagai penanggung jawab Paskibraka 2024 dapat menjelaskan kepada publik. Apakah informasi viral tentang larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka itu benar atau hanya hoaks,” ujarnya.
Jika BPIP benar-benar menerapkan aturan tersebut, lanjutnya, maka hal itu sangat disayangkan karena sama saja dengan tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) dan melecehkan konstitusi.
Menurut Mahyeldi, Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 sudah jelas menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
“Bagi perempuan Muslim, mengenakan jilbab adalah ibadah. Oleh karena itu, jika ada yang melarang perempuan Muslim mengenakan jilbab di negara ini, maka itu berarti tidak menghormati konstitusi. Selain itu, pihak yang melarang perempuan Muslim mengenakan jilbab telah melecehkan ajaran agama,” tegasnya.
Mahyeldi berharap, jika BPIP memang memberlakukan aturan larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka, maka BPIP segera mencabut larangan tersebut.
“Jika aturan ini tetap diberlakukan, maka itu merupakan kemunduran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menimbulkan keresahan di masyarakat,” tambahnya.
Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Sumbar, Andre Harmadi Algamar, menyampaikan pandangan serupa.
Menurut Andre, sesuai arahan dari PPI Pusat, PPI Sumbar menyatakan keprihatinan dan menolak dengan tegas aturan atau tekanan terkait larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka 2024.
“Putri yang biasa mengenakan jilbab melakukannya karena keyakinan agama. Kami yakin dan percaya bahwa Bapak Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Bapak Prabowo Subianto akan sepakat bahwa tidak ada larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka putri yang akan bertugas pada 17 Agustus 2024, baik di Istana Ibu Kota Negara, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Andre yang juga Penjabat Wali Kota Padang itu berharap jika aturan tersebut benar-benar diterapkan, maka BPIP sebagai pengelola dan penanggung jawab Program Paskibraka agar segera mengevaluasi semua kebijakan dan keputusan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Secara terpisah, Kepala BPIP Yudian Wahyudi membantah bahwa pihaknya melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka putri.
Menurutnya, penampilan Paskibraka Merah Putih dengan pakaian, atribut, dan sikap yang ditampilkan pada saat tugas kenegaraan, yaitu pengukuhan, adalah berdasarkan kesukarelaan mereka dalam mematuhi aturan yang ada.
“Dan ini hanya dilakukan saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran bendera merah putih saja. Di luar acara pengukuhan dan pengibaran bendera, Paskibraka putri memiliki kebebasan menggunakan jilbab dan BPIP menghormati hak kebebasan penggunaan jilbab tersebut. BPIP senantiasa patuh dan taat pada konstitusi,” jelasnya.
Di sisi lain, Anggota DPR RI dari Sumatera Barat Fraksi Partai Gerindra, H. Andre Rosiade, meminta BPIP mengklarifikasi polemik isu larangan berjilbab bagi anggota Paskibraka tahun ini.
Andre Rosiade menyatakan telah menghubungi Menpora, Dito Ariotedjo, mengenai isu ini. Dari informasi yang diterimanya, Andre menyebut bahwa kewenangan pengelolaan Paskibraka telah dipindahkan dari Kemenpora ke BPIP sejak tahun 2022.
“Saya sudah mengonfirmasi kepada Menpora bahwa sejak tahun 2022, kewenangan pengelolaan Paskibraka sudah tidak lagi di bawah Kemenpora, tetapi dipindahkan ke BPIP. Jadi, terus terang, Kemenpora maupun Pak Jokowi tidak tahu-menahu soal jilbab ini,” ungkap Andre Rosiade kepada wartawan pada Rabu, 14 Agustus 2024.
Ketua DPD Gerindra Sumbar ini bahkan sudah melihat Surat Keputusan (SK) BPIP tentang standar pakaian Paskibraka. Dia menyayangkan tidak adanya petunjuk tentang pakaian Paskibraka berhijab dalam SK yang ditandatangani oleh Kepala BPIP, Yudian Wahyudi.
Andre Rosiade mengkritik keras jika Paskibraka putri memang dilarang berhijab. Menurutnya, hal ini melanggar UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat 1 dan 2.
“Jika benar ada larangan, itu jelas merupakan tindakan diskriminatif. Masa orang melaksanakan ajaran agamanya dilarang oleh negara? Padahal, Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan kita dalam melaksanakan keyakinan agama, yang dilindungi undang-undang dan sudah puluhan tahun berjalan. Masa gara-gara pindah ke BPIP, tiba-tiba muncul larangan,” tuturnya.
Andre menambahkan bahwa kabar larangan berhijab bagi Paskibraka ini berdampak negatif terhadap citra pemerintah. Dia meminta BPIP segera memberikan klarifikasi.
“Ini akhirnya memberikan dampak negatif seolah-olah pemerintah, presiden, maupun Kemenpora terlibat. Padahal, presiden dan Kemenpora tidak tahu-menahu tentang kebijakan ini. Saya minta BPIP harus memberikan klarifikasi soal ini,” tutupnya.
Sebelumnya, Menpora Dito Ariotedjo menegaskan bahwa kewenangan terkait Paskibraka saat ini sepenuhnya berada di tangan BPIP. Dito menunggu klarifikasi dari BPIP. (des)