Tradisi Bungo Lado Milik Padang Pariaman Diakui Pemerintah sebagai Cagar Budaya Tak Benda -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Tradisi Bungo Lado Milik Padang Pariaman Diakui Pemerintah sebagai Cagar Budaya Tak Benda

Sabtu, 12 Oktober 2024
Tradisi Bungo Lado milik Padang Pariaman telah diakui Pemerintah Pusat sebagai Cagar Budaya Tak Benda (CBTB).(foto.dok.ikp)



Padang Pariaman - Tradisi Bungo Lado milik Daerah Padang Pariaman, telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makariem, sebagai Cagar Budaya Tak Benda (CBTB) pada 23 Oktober 2023.


Ritual adat pada suatu kelompok masyarakat merupakan ungkapan perasaan tertentu. Yakni berhubungan dengan beragam peristiwa. Itupun dipandang penting bagi kelompok masyarakat.


Peristiwa demikian ditransformasikan ke dalam bentuk yang terstruktur dengan norma dan etika tertentu. Ungkapan itu muncul sewaktu ritual upacara. Juga sesuai dengan kepercayaan tradisi yang sudah dijalani secara turun temurun.


Sebagai contoh, peristiwa hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau lebih dikenal Maulid Nabi pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah. Peristiwa ini kerap kali dirayakan umat Islam dengan berbagai cara. 


Sehingga beragamnya budaya tersendiri yang terdapat pada berbagai daerah di Indonesia, untuk memperingati Maulid Nabi. Ungkapan cinta kepada nabi diluapkan dengan ekspresi beragam muncul di tengah-tengah masyarakat sebagai tradisi dan budaya setempat.


Daerah Padang Pariaman dan sekitar umpamanya, dalam memperingati kelahiran Nabi itu membuat "Tradisi Bungo Lado" yang unik. Lantas, peristiwa ini merupakan penting dan dijadikan wadah untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan (infak). Seperti contoh mengumpulkan sejumlah uang yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana ibadah.


Tradisi Bungo Lado ini hadir hampir di setiap Korong dan Nagari di Padang Pariaman. Uang yang digunakan dalam Bungo Lado ini adalah iuran masyarakat sekitar Korong/Jorong di Nagari setempat. Tradisi ini merupakan salah satu euforia masyarakat dalam menyambut hari lahirnya Nabi besar Muhammad SAW.


Salah seorang Pemuka Adat, MZ Datuk Bungsu menanggapi tentang Tradisi Bungo Lado dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW menyebut, bahwa Bungo Lado atau yang berarti bunga cabai.


Ini merupakan pohon dihiasi berdaun-kan uang atau yang biasa disebut juga pohon uang. Uang yang ada di pohon tersebut kemudian dirajut/dipasangkan pada sebuah ranting layaknya daun.


Nominal uang yang diperoleh dari sumbangan masyarakat itu dipasangkan pada setiap ranting. Seperti pecahan uang nominal Rp1.000 sampai Rp100.000. Bahkan, uang yang terkumpul di pohon bisa mencapai jutaan rupiah pada setiap pohonnya.


Uang yang bergelantung pada setiap pohon itu disumbangkan ke Mesjid tempat pelaksanaan kegiatan Maulid Nabi tersebut. Sehingga uang agar dapa dipergunakan untuk pembangunan dan  kesejahteraan Masjid.


Kehadiran tradisi bungo lado ini, menurut salah seorang praktisi sosial kemasyarakatan, bahwa masyarakat Padang Pariaman untuk merepresentasikan kepercayaan dalam sebuah tradisi budaya. 


Hal demikian terungkap melalui beberapa fakta yang dapat dilihat dari prosesi-prosesi tradisi tersebut, juga landasan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan tradisi.


Beragam Tradisi Bungo Lado pada acara Maulid Nabi di Padang Pariaman,  merupakan bentuk kegembiraan dan kecintaan yang diekspresikan sedemikian rupa oleh masyarakat kepada Allah SWT. 


Aktivitas tersebut tidak hanya sekedar formalitas atau seremonial belaka. Tetapi, momentum maulid menjadi sarana untuk memahami nilai atau makna yang terkandung di dalamnya.


Bungo lado merupakan ranting pohon yang didekorasi dengan sedemikan rupa dan menjadikan uang sebagai daun rantingnya sumbangan masyarakat.


Biasanya, sumbangan ini dikumpulkan dari setiap korong di nagari yang melaksanakan kegiatan kerohanian seperti peringatan Maulid Nabi. Terkhusus tradisi bungo lado, ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam pelaksanaan, juga terjadi beberapa perbedaan. Namun, tetap memiliki tujuan yang sama.


Adapun pelaksanaanya sebagai berikut :


a. Pengumpulan Uang tersebut dikepalai oleh kapalo mudo (pemimpin dari pemuda setempat). Kegiatan dilaksanakan beberapa hari, sebelum dilaksanakannya agenda kerohanian tersebut.


Terlebih dahulu, bahwa Kapalo Mudo menginformasikan kepada masyarakat sekitar untuk saling berlomba-lomba untuk mengisi ranting Bungo Lado. Titik lokasi pengumpulan telah ditentukan. Seperti di warung, Pos Ronda atau tempat strategis yang sudah diketahui khalayak ramai di Korong setempat.


b. Mandekor (dekorasi) uang hasil sumbangan terkumpul, maka para pemuda yang dikomandoi oleh kapalo mudo akan melakukan dekorasi dengan menempelkan uang sumbangan di ranting pohon yang sudah dipersiapkan sebelumnya.


Lantas, semakin banyak sumbangan yang terkumpul dari warga korong, maka semakin besar pula pohon bungo lado yang dipajangkan di Masjid yang melaksanakan Maulid Nabi Muhammad saw kegiatan kerohanian tersebut.


Sebelum dekorasi ini bahwa Kapalo mudo bersama masyarakat bersama-sama membagi tugas. Seperti mencari ranting kayu, menghias kayu dengan kertas warna. Juga yang menempelkan uang di ranting yang sudah di hias tersebut.


Lokasi Dekorasi ini biasa bertempat di Pos Pemuda, warung, dan tempat berkumpulnya pemuda-pemuda di daerah tersebut.


c. Maarak Bungo Lado, bahwa pemuda yang di kepalai kapalo mudo bersama masyarakat korong melakukan arak-arakan ke sekeliling kampung. Kemudian,  diletakan di Masjid atau Surau yang berdatangan dari berbagai Korong di Nagari tersebut.


Prosesi arak Bungo Lado ini, diberi nama sebagai tanda asal bungo lado tersebut. Disamping arak-arakan Bungo Lado, juga diiringi dengan Jamba yang dibawa kaum Ibu-ibu dari Korong masing-masing.


Kegiatan sumbangan uang diumpamakan dengan bunga cabai atau Bungo Lado ini merupakan simbol dari rasa syukur. Juga berhubungan kejiwaan seperti kepercayaan, rohani, batin (spritual) terpatri dalam kebudayaan masyarakat.


Disamping itu, bagi masyarakat Padang Pariaman, bahwa Bungo Lado merupakan bentuk gotong royong masyarakat dalam melakukan kegiatan kerohanian dan pembangunan sarana ibadah. Sekaligus Bungo lado ini merupakan bentuk salah satu bentuk ibadah atau infak masyarakat terhadap Masjid atau kegiatan kerohanian lainya.


Pada dasar dari pelaksanaan tradisi ini, setiap masyarakat saling berkompetisi fastabiqul khairat dalam memberikan jumlah sumbangan. Hal ini dilatarbelakangi dengan ajaran islam dalam Al-Quran Surat Al Baqarah Ayat 148.


وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ۝١٤٨


Artinya: "Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al Baqarah : 148), 


Dalam ayat diatas secara jelas memerintahkan umat Islam agar selalu berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan. Setidaknya dalam pelaksanaan baik itu pra kegiatan dan pasca kegiatan, setiap kelompok (kelompok jorong/kelompok kaum/kelompok lain) saling bersaing.


Seperti kegiatan jumlah bungo lado, bentuk hiasan yang menarik, dan nominal yang yang ada di bungo lado dari kelompok tersebut. Sehingga menjadi persaingan antar kelompok untuk merepresentasikan konsep kepercayaan masyarakat kepada Allah SWT.


Dalam hal ini, persaingan bukanlah menjadi sebuah kompetisi pada perilaku riya/pamer.  Tetapi menjadikan sebuah kegiatan yang berdampak positif bagi kelompok lain. Sehingga akan berusaha untuk memberikan yang terbaik pada tahun berikutnya.(Tim Kebudayaan Padang Pariaman).