Menteri Siap Gunakan Transportasi Umum, Ada yang Pilih Motor dan Sepeda -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Menteri Siap Gunakan Transportasi Umum, Ada yang Pilih Motor dan Sepeda

Rabu, 05 Februari 2025

Mobil menteri. 


Jakarta - Para menteri tidak keberatan jika diminta untuk menggunakan transportasi umum. Beberapa di antaranya bahkan berniat untuk naik motor atau sepeda ke kantor.


Para pejabat ini tidak merasa terganggu jika kebijakan mengharuskan mereka menggunakan transportasi umum. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, misalnya, menyatakan ketertarikannya untuk bersepeda, karena ia memang sudah terbiasa mengendarai sepeda jalan raya.


Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga tidak mempermasalahkan hal tersebut. Bahkan, ia lebih memilih menggunakan sepeda motor jika fasilitas pengawalan untuk pejabat dihapuskan. Menurut Nusron, menggunakan sepeda motor justru dapat mempercepat perjalanan.


"Jika tujuannya untuk mengurangi pengawalan, saya malah lebih setuju naik sepeda motor. Kenapa? Karena bisa lebih cepat. Atau jika perjalanan pendek, jalan kaki saja malah lebih cepat," ungkap Nusron.


Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, juga memberikan tanggapan santai terkait usulan pejabat menggunakan transportasi umum. Menurut Zul, ia sudah terbiasa berjalan kaki, dan jika diminta naik angkutan umum, ia merasa itu bukan masalah. Namun, Zul menambahkan bahwa pejabat masih membutuhkan pengawalan mengingat padatnya jadwal kegiatan.


"Misalnya hari ini, saya punya enam acara. Tidak mungkin saya berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum tanpa keterlambatan. Jika terlambat, petani yang menunggu akan kecewa," jelas Zul.


Sebelumnya, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengkritik fasilitas pengawalan untuk pejabat. Ia menilai seharusnya pejabat bisa memberi contoh kepada masyarakat dengan menggunakan transportasi umum dalam aktivitas sehari-hari.


Dengan menggunakan transportasi umum, para pejabat bisa lebih merasakan langsung kondisi yang dihadapi masyarakat. Djoko juga berpendapat bahwa penggunaan pengawalan sebaiknya dibatasi hanya untuk presiden dan wakil presiden.


"Setiap hari lebih dari 100 kendaraan yang harus dikawal polisi menuju tempat aktivitas. Ini menyebabkan kemacetan di Jakarta dan mengganggu pengguna jalan lainnya dengan suara sirene. Jalan yang dibangun dengan pajak rakyat seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat umum," kata Djoko.(des*)