Berlabelkan Sertifikat Halal, Tujuh Produk Makanan Ini Mengandung Babi -->

Iklan Muba

Berlabelkan Sertifikat Halal, Tujuh Produk Makanan Ini Mengandung Babi

Selasa, 22 April 2025
.


Jakarta, fajarsumbar.com – Dunia industri makanan kembali diguncang oleh temuan mengejutkan dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam rilis resmi yang diumumkan Senin (21/4), sembilan produk makanan olahan dinyatakan mengandung unsur babi atau porcine, padahal tujuh di antaranya telah mengantongi sertifikat halal.


Temuan ini menjadi sorotan karena sertifikat halal selama ini dianggap sebagai jaminan utama bagi konsumen Muslim dalam memilih produk yang sesuai dengan ketentuan agama. Namun, berdasarkan hasil pengujian laboratorium BPOM dan BPJPH, terungkap bahwa produk-produk tersebut terindikasi mengandung DNA atau peptida spesifik babi.


Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan—yang akrab disapa Babe Haikal—menyampaikan bahwa pengujian dilakukan secara acak terhadap sampel produk makanan olahan dari berbagai negara. Hasilnya, sembilan produk terdeteksi mengandung unsur babi, termasuk tujuh yang ternyata bersertifikat halal.


“Pembuktian dilakukan melalui pengujian laboratorium yang akurat. Kami tidak ingin main-main soal kehalalan,” ujar Babe Haikal dalam konferensi pers di Gedung BPJPH, Pondok Gede, Jakarta Timur.


Daftar Produk yang Mengandung Porcine

Berikut daftar produk yang teridentifikasi mengandung unsur babi, sebagaimana tercantum dalam Siaran Pers Nomor 242/KB.HALAL/HM.1/04/2025:


Corniche Fluffy Jelly (asal Filipina) – bersertifikat halal


Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy (Filipina) – bersertifikat halal


ChompChomp Car Mallow (bentuk mobil, asal China) – bersertifikat halal


ChompChomp Flower Mallow (bentuk bunga, asal China) – bersertifikat halal


ChompChomp Marshmallow Bentuk Tabung (Mini Marshmallow) (China) – bersertifikat halal


Hakiki Gelatin – bersertifikat halal


Larbee – TYL Marshmallow Isi Selai Vanila (China) – bersertifikat halal


AAA Marshmallow Rasa Jeruk (China) – tidak bersertifikat halal


SWEETIME Marshmallow Rasa Coklat (China) – tidak bersertifikat halal


Menanggapi temuan ini, BPJPH langsung melayangkan surat kepada para produsen dan distributor yang bersangkutan, meminta penarikan seluruh produk dari pasaran. Selain itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan sejumlah kementerian dan platform e-commerce untuk menghentikan penayangan serta penjualan produk-produk tersebut secara daring.


“Pelaku usaha wajib menarik produk dari peredaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,” tegas Babe Haikal.


Meski demikian, ia mengapresiasi sikap kooperatif perusahaan yang bersangkutan. Dalam waktu satu minggu setelah pemanggilan, seluruh perusahaan sudah memberikan tanggapan dan mulai menarik produk mereka.


“Karena respons cepat dari mereka, maka proses tidak dilanjutkan ke tahap pidana. Namun ke depan, kami tidak segan mengambil langkah hukum bila pelanggaran serupa terjadi lagi,” tambahnya.


BPOM melalui Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Elin Herlina, turut memberikan pernyataan. Ia mengimbau masyarakat untuk lebih teliti dan aktif dalam mengecek keabsahan produk, terutama dalam hal kehalalan.


“Kami mengajak konsumen menerapkan prinsip Cek KLIK: Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin Edar, dan Cek Kedaluwarsa sebelum membeli makanan dan obat-obatan,” ujarnya.


Menurut Elin, label halal adalah bagian penting dari informasi produk. Oleh karena itu, baik konsumen maupun pelaku usaha harus lebih bertanggung jawab.


“Produsen wajib memastikan kehalalan bahan baku yang digunakan. Kejujuran adalah kunci utama. Produk yang mengandung unsur babi boleh saja beredar di Indonesia, asalkan dengan label yang jujur dan jelas,” katanya.


Babe Haikal pun mengingatkan bahwa tidak semua produk harus bersertifikat halal. Namun, bila mengandung unsur nonhalal seperti babi atau alkohol, maka produsen harus mencantumkannya secara terang di label kemasan. Bila tidak, tindakan itu dapat dikategorikan sebagai penipuan dan masuk ranah pidana.


“Silakan saja produk nonhalal beredar, tetapi jangan membohongi konsumen. Transparansi adalah syarat mutlak,” tutup Babe Haikal.


Dengan adanya kasus ini, diharapkan kesadaran masyarakat dan tanggung jawab produsen dalam menjamin kehalalan produk makin meningkat. Ke depan, BPJPH dan BPOM berkomitmen memperketat pengawasan dan terus mengedukasi publik demi perlindungan konsumen, khususnya umat Muslim di Indonesia. (*)