Lubukbasung – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, melalui Resor Konservasi Wilayah II Maninjau, telah menangani sebanyak 11 insiden konflik antara satwa liar dan manusia di Kabupaten Agam selama periode Januari hingga April 2025.
Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau, Ade Putra, menjelaskan bahwa konflik-konflik tersebut terjadi di beberapa kecamatan, antara lain Palembayan, Matur, Palupuh, dan Ampek Koto.
“Dari 11 insiden tersebut, Kecamatan Palembayan tercatat sebagai wilayah dengan jumlah konflik terbanyak, yang terjadi di Nagari Baringin, Salareh Aia, serta beberapa daerah lainnya,” ungkap Ade Putra di Lubukbasung, Sabtu (3/5).
Ade Putra merincikan, dari 11 kasus yang ada, 10 di antaranya melibatkan harimau sumatera, sementara satu kasus lainnya melibatkan beruang madu. Penanganan terhadap konflik-konflik tersebut dilakukan dengan melibatkan petugas BKSDA bersama empat Tim Patroli Anak Nagari (Pagari), yaitu Pagari Baringin, Pagari Salareh Aia, Pagari Pasia Laweh, dan Pagari Salareh Aia Timur.
Sebagian besar insiden ini mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, dengan ternak seperti kambing, anjing, dan kerbau menjadi sasaran serangan satwa liar, terutama harimau sumatera.
“Kami berhasil mengevakuasi seekor harimau sumatera yang mengalami cacat di Nagari Tiga Balai, Kecamatan Matur, pada Selasa (11/3). Diduga, harimau tersebut kesulitan mencari makanan di alam karena kondisi fisiknya yang terganggu,” tambahnya.
Ade Putra juga mengingatkan masyarakat agar tidak memasang jerat babi di sekitar perkebunan, karena tindakan tersebut bisa membahayakan satwa liar. Ia juga menghimbau agar masyarakat tidak mengembalakan ternak dekat kawasan hutan, menghindari penggunaan api di sekitar kandang, serta tidak melakukan aktivitas sendirian di kebun, terutama antara pukul 16.00-08.00 WIB.
“Kami terus mengingatkan masyarakat tentang hal ini setiap kali bertemu di lapangan,” tegasnya.(des*)