![]() |
Pengunjung berfoto dengan burung kakaktua. (*) |
Bukittinggi, fajarsumbar.com – Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK), salah satu destinasi wisata ikonik di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, kembali diserbu wisatawan. Memasuki masa liburan panjang, jumlah pengunjung melonjak tajam, menjadikan taman konservasi dan budaya ini pusat perhatian wisatawan dari berbagai daerah.
Pantauan fajarsumbar.com, Senin (12/5), antrean panjang terlihat di pintu masuk TMSBK sejak pagi. Para pengunjung, yang datang bersama keluarga maupun rombongan sekolah, memadati kawasan ini untuk menikmati aneka koleksi satwa, pemandangan alam, serta kekayaan budaya Minangkabau yang ditampilkan secara apik.
"Tiap kali liburan, kami selalu ajak anak-anak ke sini. Selain bisa lihat hewan-hewan langka, bisa belajar budaya Minang," ujar Rina, salah seorang pengunjung asal Jakarta.
TMSBK memang bukan sekadar kebun binatang biasa. Sebagai salah satu kebun binatang tertua di Indonesia yang dibangun sejak era kolonial Belanda, tempat ini memadukan konservasi satwa dengan edukasi budaya. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung dari berbagai kalangan.
Taman yang berada di kawasan Benteng Fort de Kock ini memiliki koleksi satwa yang cukup lengkap. Di antaranya adalah harimau sumatera, rusa, gajah, buaya muara, serta aneka jenis unggas seperti burung kakatua, merak dan jenis lainnya.
Bagi anak-anak, melihat langsung satwa-tersebut memberikan pengalaman yang tidak bisa didapatkan di sekolah. Banyak orang tua memanfaatkan kunjungan ini sebagai sarana edukasi sambil rekreasi.
"Anak-anak jadi tahu bentuk asli harimau sumatera, bukan hanya dari buku gambar atau video. Mereka jadi lebih peduli terhadap satwa langka," tambah Yanti yang sengaja bawa anaknya ke Kebun Binatang tersebut.
Tak jauh dari area satwa, berdiri megah Rumah Adat Baanjuang, yang kini difungsikan sebagai museum budaya. Bangunan berbentuk rumah gadang ini menjadi tempat penyimpanan berbagai koleksi etnografi Minangkabau, seperti pakaian adat, peralatan rumah tangga tradisional, alat musik, dan benda-benda pusaka lainnya.
Pengunjung bisa menyusuri setiap sudut rumah gadang dan belajar tentang kehidupan orang Minang tempo doeloe. Banyak wisatawan mancanegara maupun domestik yang tertarik dengan penjelasan sejarah dan filosofi dari bentuk serta ornamen rumah tersebut.
"Sangat menarik. Kami jadi tahu bagaimana adat dan tradisi orang Minangkabau. Ini pengalaman berharga bagi anak-anak," ujar Linda, wisatawan asal Bandung ini.
Salah satu fasilitas paling populer di kawasan ini adalah Jembatan Limpapeh. Jembatan gantung sepanjang 90 meter ini menghubungkan kawasan TMSBK dengan Benteng Fort de Kock, sebuah benteng peninggalan Belanda yang berdiri megah di bukit seberang.
Melintasi jembatan ini, pengunjung disuguhi pemandangan indah Kota Bukittinggi dari ketinggian. Tidak sedikit yang berhenti sejenak untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan kota dan pegunungan Singgalang dan Gunung Merapi terlihat jelas.
"Kalau ke Bukittinggi belum ke Jembatan Limpapeh, rasanya belum lengkap. Ini spot foto favorit kami," kata Hendri, wisatawan asal Pekanbaru.
TMSBK terletak sangat strategis di jantung Kota Bukittinggi, hanya sekitar 500 meter dari ikon Jam Gadang. Hal ini membuat taman ini mudah diakses dari mana saja, baik dengan kendaraan pribadi maupun angkutan umum.
Fasilitas yang tersedia juga memadai, mulai dari area parkir seadanya, mushalla, toilet bersih, tempat duduk santai, hingga kios makanan dan minuman. Tersedia pula transportasi yang memadai untuk berkunjung ke objek wisata tersebut.
"Tempatnya bersih dan nyaman. Cocok sekali untuk liburan keluarga," ujar Winda, ibu dua anak dari Solok.
Harga tiket masuk ke TMSBK cukup terjangkau, yakni Rp25.000 untuk dewasa dan Rp20.000 untuk anak-anak. Tiket tersebut sudah termasuk akses ke semua zona dalam kawasan taman, termasuk museum budaya dan jembatan Limpapeh.
TMSBK buka setiap hari mulai pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB. Pada hari-hari libur nasional atau akhir pekan panjang, pengelola biasanya menambah jumlah petugas untuk mengatur arus pengunjung dan menjaga keamanan.
Tak hanya wisatawan umum, banyak pula sekolah-sekolah dari luar kota yang menjadikan TMSBK sebagai tujuan studi lapangan atau wisata edukatif. Anak-anak diajak mengenal satwa dan budaya lokal secara langsung di lingkungan yang menyenangkan.
“Tempat ini punya nilai edukasi tinggi. Anak-anak kami bisa belajar sambil bermain,” ucap Ibu Marlina, guru pendamping dari SDN di Payakumbuh.
Dengan keunggulan dari sisi edukasi, budaya, dan hiburan, Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan layak disebut sebagai primadona wisata Kota Bukittinggi. Bagi siapa saja yang berkunjung ke kota berjuluk “Paris van Sumatera” ini, belum lengkap rasanya tanpa singgah ke TMSBK.(Ab)