![]() |
Ilustrasi |
Oleh: Habibah
(Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris Politeknik Negeri Padang)
Fajarsumbar.com - Gaya berpakaian mahasiswa Gen Z kini tak hanya menjadi bagian dari tren mode, tapi juga menjadi topik perbincangan di lingkungan kampus. Penampilan mereka dinilai mampu mencerminkan karakter pribadi, cara bersikap, bahkan citra lembaga pendidikan yang mereka wakili.
Di berbagai kampus, termasuk Politeknik Negeri Padang, fenomena ini menjadi semakin terlihat. Mahasiswa tampil dengan gaya yang beragam—mulai dari outfit simpel dan formal hingga yang eksentrik dan sangat kasual. Tidak sedikit yang menyulap lorong kampus menjadi "catwalk" dadakan.
Pakaian oversized, sneakers kekinian, celana high waist, hingga tote bag estetik menjadi gaya andalan sebagian mahasiswa. Mereka tampil percaya diri, tanpa ragu mengeksplorasi style yang mereka anggap mencerminkan jati diri.
Namun sayangnya, tidak semua gaya yang mereka tampilkan sesuai dengan norma akademik. Masih banyak mahasiswa yang belum menyadari pentingnya berpakaian rapi dan sopan ketika berada di lingkungan kampus.
“Sebagai uni kampus, aku pribadi lebih hati-hati. Aku pilih style yang simple, rapi, dan tetap representatif. Buatku, penampilan itu bagian dari tanggung jawab dan cara nunjukkin citra kampus dengan baik,” ujar seorang Uni Kampus Politeknik Negeri Padang.
Di balik gaya berpakaian mahasiswa, ada pengaruh kuat dari lingkungan sosial dan pertemanan. Banyak dari mereka mengaku hanya mengikuti tren agar tidak merasa "ketinggalan zaman" atau FOMO (Fear of Missing Out).
Hal ini membuat sebagian mahasiswa lebih memilih untuk tampil sesuai tren, dibanding mempertimbangkan konteks tempat atau situasi. Padahal, ruang akademik memiliki nilai-nilai tersendiri yang patut dihargai.
Gaya berpakaian juga menjadi bentuk ekspresi diri yang sah-sah saja. Mahasiswa Gen Z dikenal sebagai generasi yang berani tampil beda, bebas mengekspresikan identitas, dan tidak takut bereksperimen dengan penampilan mereka.
“Gaya mahasiswa Gen Z sekarang itu keren, lebih bebas, berani, dan nunjukkin kepribadian masing-masing. Mereka suka eksplor gaya yang nyaman tapi tetap sopan. Tapi kadang ada juga yang terlalu santai sampai lupa kalau kampus itu ruang akademik,” ungkap Keysa Merista, Uni Kampus lainnya.
Kebijakan kampus juga turut memengaruhi pilihan gaya berpakaian mahasiswa. Beberapa perguruan tinggi memberi ruang kebebasan, selama tetap dalam batas kesopanan dan menghargai suasana akademik.
Meski begitu, saat menghadiri acara resmi seperti seminar, sidang, atau pelantikan organisasi, mahasiswa tetap dituntut untuk tampil sesuai dengan norma formal yang berlaku.
“Aku mix & match gaya. Mungkin sekitar 60 persen aku patuhi aturan kampus dari sisi kesopanan dan kenyamanan, sisanya baru terpengaruh lingkungan seperti teman atau tren yang lagi rame,” ujar Aisyah Rendini, mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga.
Tak dapat dimungkiri, peran media sosial juga sangat besar. Platform seperti Instagram, TikTok, hingga Pinterest menjadi rujukan utama mahasiswa dalam mencari inspirasi busana kampus.
Bahkan, tren "OOTD ke kampus" (Outfit of The Day) sudah menjadi konten harian yang ramai dibagikan mahasiswa. Hal ini secara tidak langsung menambah tekanan untuk selalu tampil menarik setiap harinya.
Namun di balik gaya bebas dan kreatif itu, mahasiswa tetap harus menyadari bahwa kampus adalah tempat belajar, bukan sekadar tempat memamerkan fashion. Etika dan sopan santun tetap harus menjadi bagian dari keseharian.
Gaya berpakaian yang baik bukan berarti membosankan. Mahasiswa bisa tetap tampil keren dan kekinian, selama paham kapan harus tampil santai dan kapan harus menyesuaikan diri dengan momen yang lebih formal.
Dengan sikap adaptif seperti ini, mahasiswa tidak hanya akan dihargai karena gayanya, tetapi juga karena kedewasaan dan kecerdasannya dalam membaca situasi.
Pada akhirnya, berpakaian di kampus adalah cerminan dari karakter mahasiswa itu sendiri. Bukan hanya tentang mengikuti tren, tetapi juga tentang bagaimana mereka menempatkan diri dalam lingkungan akademik yang beretika. (*)