KPK Tuntut Cabut Hak Politik Mbak Ita dan Alwin Basri Selama 2 Tahun -->

Iklan Atas

KPK Tuntut Cabut Hak Politik Mbak Ita dan Alwin Basri Selama 2 Tahun

Kamis, 31 Juli 2025
Mantan Wali Kota Semarang dituntut hukuman enam tahun penjara


Jakarta – Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang dikenal sebagai Mbak Ita, dituntut hukuman enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara itu, suaminya yang juga mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, Alwin Basri, menghadapi tuntutan yang lebih berat, yakni delapan tahun penjara.

Tuntutan tersebut disampaikan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Rabu (30/7/2025).

Pasangan suami istri ini didakwa dalam tiga kasus korupsi dengan total nilai suap dan gratifikasi mencapai Rp9 miliar. Dugaan korupsi meliputi pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar, pengaturan proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan, serta pemotongan insentif pegawai di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Gatot Sarwadi juga menjatuhkan tuntutan denda sebesar Rp500 juta kepada masing-masing terdakwa, dengan subsider enam bulan kurungan. Selain itu, hak politik keduanya dituntut untuk dicabut selama dua tahun setelah vonis dijatuhkan.

Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, menambahkan bahwa Mbak Ita dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp600 juta, sedangkan Alwin Basri sebesar Rp4 miliar. Pembayaran tersebut harus dilakukan dalam waktu satu bulan setelah putusan inkrah. Bila tidak dibayarkan, aset terdakwa akan disita dan dilelang. Jika aset tidak mencukupi, maka akan ada tambahan pidana penjara sesuai ketentuan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tiga perkara yang menjadi pokok kasus ini adalah:

1. Suap pengadaan meja dan kursi sekolah dasar senilai Rp20 miliar oleh Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun 2023. Dari proyek tersebut, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, memberikan komitmen fee sebesar Rp1,7 miliar.
2. Pengaturan proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan pada tahun yang sama. Jaksa menyebut Alwin menerima Rp2 miliar, termasuk Rp1 miliar yang dipakai untuk biaya pelantikan istrinya sebagai wali kota.
3. Pemotongan insentif pegawai Bapenda yang mencapai Rp2,4 miliar, yang sebagian disebut digunakan untuk keperluan pribadi Hevearita, termasuk untuk membiayai penampilan penyanyi Denny Caknan, berdasarkan keterangan saksi di persidangan.

Kuasa hukum kedua terdakwa, Agus Nurudin, menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada sidang selanjutnya. Ia optimistis kliennya bisa dibebaskan. “Kami akan membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah,” tegas Agus.

Sebelumnya, dalam salah satu sidang, Hevearita sempat menangis dan menyebut bahwa dana dari Bapenda selama ini dianggap sebagai "tradisi" yang telah berlangsung lama dan mengaku tidak menyadari telah melanggar hukum. Sementara itu, Alwin mengaku lupa melaporkan seluruh kekayaannya, yang melonjak tajam menjadi Rp4,59 miliar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2023.

Kasus ini terkuak setelah KPK melakukan penggeledahan di Balai Kota Semarang dan kediaman pribadi Hevearita pada Juli 2024.(des*)