Jakarta – Gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,7 yang mengguncang Semenanjung Kamchatka, Rusia, pada Rabu (30/7), menjadi sinyal peringatan serius bagi negara-negara yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik, termasuk Indonesia.
Pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Irwan Meilano, menilai bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar bencana lokal, melainkan pertanda akan potensi bahaya serupa di wilayah lain yang memiliki kondisi geologis sejenis.
"Gempa ini terjadi di zona *seismic gap*, yaitu area yang pernah mengalami gempa besar namun sudah lama tidak menunjukkan aktivitas. Ibarat bom waktu, akhirnya zona ini kembali melepaskan energinya," ujar Irwan, yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, dalam keterangannya di Bandung, Kamis (31/7).
Secara tektonik, wilayah Kamchatka memiliki kemiripan dengan kawasan barat Sumatra dan selatan Jawa—dua wilayah di Indonesia yang juga menyimpan potensi gempa besar dan terakhir kali mengalami aktivitas seismik signifikan lebih dari setengah abad lalu.
Yang menjadi perhatian utama, kata Irwan, adalah potensi tsunami yang dapat dihasilkan dari gempa sebesar itu. Gelombang tsunami setinggi 60 sentimeter dilaporkan telah mencapai pantai utara Jepang, menandakan bahwa energi dari gempa dapat merambat sangat jauh, bahkan berpotensi mencapai kawasan timur Indonesia dalam waktu 8 hingga 10 jam setelah kejadian.
Walau Kamchatka merupakan daerah berpenduduk jarang, sistem mitigasi dan peringatan dini tetap menjadi faktor penentu dalam meminimalkan dampak bencana. Jepang, menurut Irwan, menjadi contoh yang patut ditiru berkat sistem deteksi tsunami mereka yang menggabungkan pemodelan ilmiah dengan pengamatan langsung melalui alat pemantau tekanan dan pasang surut.
"Mereka tidak hanya mengandalkan simulasi komputer, tetapi juga memperkuatnya dengan data pengamatan di lapangan. Inilah yang memungkinkan Jepang memberi peringatan secara cepat dan akurat," jelasnya.
Irwan menekankan bahwa Indonesia harus menjadikan peristiwa di Kamchatka sebagai pelajaran penting untuk mempercepat pengembangan sistem peringatan dini yang andal. Mengingat Indonesia berada di jalur *megathrust* aktif, kesiapsiagaan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi prioritas, bukan sekadar respons setelah bencana terjadi.
"Ancaman gempa besar di selatan Jawa dan Sumatra nyata adanya. Jangan sampai kita baru bergerak setelah terjadi bencana besar. Jepang memberi kita pelajaran berharga tentang pentingnya konsistensi, ketekunan, dan investasi jangka panjang dalam mitigasi bencana," pungkas Irwan Meilano.(des*)