Cerita Teknisi Baruna Didepak BRIN Usai Pasang Alat Deteksi Tsunami -->

Iklan Atas

Cerita Teknisi Baruna Didepak BRIN Usai Pasang Alat Deteksi Tsunami

Jumat, 07 Januari 2022

 

Kapal riset Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT), Baruna Jaya I.

Jakarta - Tak terbayang sama sekali di benak Andika (36) setelah dirinya ikut membantu pemasangan alat deteksi dini tsunami bersama Kapal Riset Baruna Jaya harus mendapat pesan pahit didepak dari pekerjaannya karena peleburan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Andika sebelumnya adalah teknisi ahli Balai Teknologi Survei Kelautan (Teksurla) di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dia yang sudah bekerja lima tahun di sana, bersama rekan-rekan non-ASN dipaksa didepak setelah BPPT dicaplok BRIN.


Andika dan sejumlah rekannya pun mengadukan pendepakan tersebut ke Komnas HAM, Rabu (5/1). Di sana, dia dan puluhan rekannya diterima Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara.


Kepada CNNIndonesia.com, Andika mengatakan kontraknya diputus pada 31 Desember, bertepatan dengan hari di mana ia baru saja menyelesaikan pemasangan pendeteksi dini tsunami dan gempa di beberapa wilayah di Indonesia.


Andika bercerita, ia dan sejumlah koleganya berkeliling Indonesia selama sebulan penuh demi memasang alat itu agar bencana gelombang tinggi di Indonesia dapat diantisipasi.


"Satu bulan, satu bulan. Itu dari kita berangkat satu bulan itu dari Selat Sunda, Samudera Hindia, Malang, Denpasar, abis itu ke Sumba gitu yang gempa kemarin itu kan 7,5. Itu kita bertolak ke sana," katanya pada Rabu siang lalu sebelum masuk ke ruang pengaduan Komnas HAM, sebagaimana dikutip CNNindonesia.com.


Namun, penuntasan tugasnya itu disambut dengan pemberitahuan yang tak terduga. Ia bahkan tak sempat leyeh-leyeh untuk sekadar melepas lelah setelah satu bulan penuh bertugas.


Utusan BRIN Minta Pengosongan Kapal

Seseorang yang mengaku perwakilan BRIN datang ke kapal mereka. Orang itu, kata Andika, memberitahukan kepada semua petugas di Barunajaya untuk mengosongkan kapal. Tak ada surat edaran resmi, hanya pemberitahuan begitu saja.


"Kita enggak ada surat [diberikan], jadi lisan gitu aja dari pihak BRIN. Tapi, itu juga perwakilan bukan langsung. Enggak dikumpulin. Cuman ngomong tanggal 1 [Januari 2022], 'Harus hengkang semuanya ya'. Gitu udah, gitu aja," tutur Andika.


"Ya kita enggak bisa ngomonglah, kita cuman bengong. Cuma kok gini sih, kok gini sih, gitu enggak ada namanya surat edaran dulu itu, enggak ada," imbuhnya.


Andika mengaku kaget sebab apa yang diperintahkan saat itu berbeda dengan janji yang diterimanya dan sejumlah PPNPN sebelum bertugas. Pihaknya diberi tahu secara lisan bahwa pihak BPPT dan BRIN akan memperpanjang kontraknya dan ratusan PPNPN lain selama tiga bulan.


"Yang dijanjikan kan katanya janjiin ini khusus untuk balai kita. Balai kita tuh akan diperpanjang 3 bulan ke depan nanti akan dievaluasi, akan mau kemana nih pegawai pegawai," kata Andika, "Tapi ternyata tidak ada gitu loh."


Minta dipekerjakan kembali

Eks pegawai BPPT yang juga didepak karena BRIN, Rudi Jaya juga mengaku kaget. Rudi menilai pemutusan kontrak itu terlalu mendadak dan tidak mempertimbangkan banyak hal.


"Kita tidak menuntut adanya pesangon dan segala macam kita hanya menuntut dipekerjakan kembali. Kontrak terakhir per 31 Desember," kata Rudi di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Rabu (5/1).


Rudi mengatakan ratusan pegawai BPPT yang diberhentikan rerata sudah mengabdi di atas lima tahun. Selain itu, mereka juga turut terlibat dalam beberapa peristiwa dan penelitian penting. Menurutnya, hal-hal seperti itu harus dipertimbangkan pula oleh pemerintah. Sehingga, tak bisa memutus begitu saja para pegawai BPPT.


Lewat pendepakan pegawai pascapeleburan dengan BRIN, Rudi mengaku dirinya dan ratusan pegawai BPPT bingung setelah pemutusan kontrak tersebut karena terbatas umur. Selain itu, mereka juga kesulitan jika membuka usaha di saat pandemi Covid-19.


Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, usai menerima aduan para eks pegawai BPPT itu mengaku pihaknya akan memanggil pihak BRIN untuk meminta keterangan.(*)