Tuanku (Santri) Suluah Bendang Jayakan Negeri -->

Iklan Atas

Tuanku (Santri) Suluah Bendang Jayakan Negeri

Sabtu, 21 Oktober 2023
Oleh : Prof.Dr.H.Duski Samad,M.Ag
Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang


Tulisan ini dibuat untuk menyambut dan memberi makna Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2023 ini. Santri sejatinya di Minangkabau (baca Sumatera Barat) adalah mereka yang diamanahi tugas sebagai ulama, tokoh agama dan pengerak Islam setelah menamatkan kaji. Dan, berbaiat dalam tarekat diberi gelar Tuanku. Hal itu sesuai kesepakatan guru dengan ninik mamak di Nagari. Ketek banamo, gadang ba gala. Misalnya Tuanku Bagindo, dan  Tuanku Sutan dan gelar sejenisnya. 



Pentingnya peran, tugas dan fungsi  Tuanku  dan perangkatnya. Yaitu Pakiah, Anak Siak, Labai, Malin, Pandito, Urang Siak, Pengawai dan sebutan lainnya. Secara riilnya adanya dan  tidak dapat dipandang kecil. Jenazah baru bisa diselenggarakan, jika Tuanku sudah datang dan urang siak sudah bekerja. 


Masjid dan Surau akan mati kegiatan, bila Tuanku sudah sibuk di luar misi ketuankuannya. Bahkan, hampir setiap aktivitas hidup punya hubungkait dengan Tuanku, dan jajarannya. 


Namun harus diakui, pergeseran budaya dan kemajuan, kini peran Tuanku sudah terbatas dalam lingkup urusan agama dalam makna sempit. Keberadaan Tuanku sebagai sosok minta nasehat kesehatan (dokter, tenaga medis), menjadi orang yang memberi ramuan anti hama di pertanian (penyuluh pertanian).


Dan, Tuanku sebagai tempat minta pendapat siapa tokoh yang akan dipilih dalam pemilihan langsung (panutan politik). Sudah tidak sehebat dulu lagi, sudah diambil alih oleh tenaga profesional, atau dikalahkan oleh "amplop" pengejar kekuasaan dalam setiap pemilihan langsung.


Sejarah mencatat, bahwa aslinya gelar Tuanku disandang oleh ulama dan pengerak Islam  dalam nagari Minangkabau. Itu yang awal lahirnya abad ke 17 masehi. Syekh Burhanuddin Ulakan, (Azyumardi Azra menulis masa hidup Syekh Burhanuddin hidup yaitu 1056-1104 H/ 1646-1692) adalah pengembang Islam yang mulai memberikan gelar Tuanku kepada sahabat dan muridnya yang sudah menamatkan pendidikan agama di Surau Tanjung Medan Ulakan, Pariaman. 


Ada informasi lain dari cerita tokoh tua dan beberapa artikel, bahwa Tuanku itu aslinya sudah ada sejak pengembang Islam lebih awal di Minangkabau, yang dikatakan gurunya Syekh Burhanuddin, yakni Syekh asal Mekkah, Syekh ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif (w. 1039/1619). 


Kekhasan gelar Tuanku, adalah ia lahir dari proses pendidikan Surau, mangaji duduk (halaqah), dan Pondok Pesanteren yang sudah menamatkan kaji, menimal 7 (tujuh) tahun. Prosesi penobatan dan pemberian gelar Tuanku dilakukan ulama (guru) mereka atas persetujuan ninik mamak di nagari masing-masing. Artinya (wujud nyata akulturasi Islam dan adat Minangkabau, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah).   


Keberadaan sebutan atau gelar Tuanku di Minangkabau, adalah bersamaan dengan terjadinya islamisasi Minangkabau dan ada hubungkaitnya dengan gelar Tengku di Aceh. Sebab Syekh Burhanuddin Ulakan adalah murid Syekh Syekh ‘Abd al-Ra’ūf al-Fanshūri (w. 1105/1693). 


Peneliti sejarah Islam Indonesia menempatkan Syekh Burhanuddin Ulakan sebagai pengembang atau penyiaran Islam yang belajarnya di Aceh dan banyak terpengaruh dengan tradisi Aceh. 


Burhanuddin mendirikan pusat pendidikan Islam (surau) di Tanjung Medan, Ulakan (Azra 2000, Daya 1990, Fathurahman 2010).


Pendirian surau merupakan langkah awal dan penting Burhanuddin dalam islamisasi Minangkabau. Perjuangannya dalam menyebarkan Islam melalui Surau Tanjung Medan, dibantu oleh empat murid senior yang juga sahabatnya ketika belajar di Aceh (Fathurahman 2010).


TUPOKSI TUANKU 


Tugas pokok dan fungsi Tuanku dalam kearifan adat Minangkabau disebut SULUAH BENDANG DALAM NAGARI. Artinya, menjadi penerang kehidupan masyarakat dalam artian yang luas. Tuanku sebagai ulama, tokoh agama dan sekaligus bahagian yang melekat dalam kepemimpinan adat Minangkabau, urang ampek jinih dan ampek jinih. 


Tuanku, disebut dalam beberapa Nagari dengan  Malin, dan Pandito adalah unsur pemimpin yang tugas fungsinya bidang agama dan keagamaan. Tuanku bersama Penghulu, Manti, Malin, dan Dubalang disebut kepeminpinan urang ampek jinih (empat jenis). Tuanku juga menduduki posisi khusus. Yaitu jinih nan ampek (jenis yang empat), Qadhi, Imam, Khatib dan Bilal.   


Tugas fungsi dan kedudukan penting dan strategis dalam masyarakat adat Minangkabau ini, maka menjadikan sosok Tuanku itu didiskripsikan dalam kapasitas diri yang mumpuni dan berwibawa. 


Tuanku alim ulama adalah orang di dalam masyarakat yang mengetahui segala hal tentang ilmu agama. Alim ulama memiliki tugas mengajarkan pendidikan agama serta menyebarkan dakwah sesuai Al Qur'an dan hadist ajaran dari Rasulullah SAW. Serta mencontohkan perilaku yang baik menurut ajaran akidah.


Dalam masyarakat adat Minangkabau, Tuanku adalah memiliki tugas fungsi sebagai suluah bendang dalam nagari. Ia memiliki dengan karakter dan kepribadian kuat, katonyo kato hakikat, duduk bacamin kitab, tagak rintang ba fatwa, duduk di halaman adat, tagak di pintu syarak. 


Pesan penting dari tugas fungsi dan kepribadian Tuanku adalah ulama, tokoh agama dan pengerak Islam yang mendapat legitimasi kuat dari kearifan adat. Bahkan, figur yang paling bertanggung jawab dalam urusan keimanan dan keislaman.


Maknanya kedudukan Tuanku dalam sistim nilai, moral, dan kepemimpinan di Minangkabau adalah jelas, dan tak dapat dipisahkan dari sistim kepemimpinan kultural Minangkabau. Tidaklah elok bila Tuanku menjauh dari Penghulu, atau Pengahulu (Datuk) tidak bekerjasama dengan Tuanku, sebab Tuanku itu bahagian dari diri Datuk atau Penghulu. 


Mislink, keterputusan atau tidak eratnya hubungan Penghulu pemegang kepemimpinan adat dengan Tuanku, adalah sebab atau akar yang menjadikan adat basandi syarak, syarak bansandi kitabullah (ABSSBK), syarak mangato adat mamakai (SMAM) kehilangan energi pergerakkan bagi kemajuan. 


Silaturahmi Tuanku diharapkan dapat menjadi wadah membangun jaringan ruhaniyah Tuanku untuk bangkit secara bersama-sama. Revitalisasi peran Tuanku, adalah bentuk konkrit dari ikhtiar menyatukan semangat religiusitas berbasis kultur. 


Penutup kalam, ingin ditegaskan Peringatan Hari Santri adalah momen dan saatnya kaum santri (baca Tuanku, Pakiah, Anak Siak, Malin, Labai, Pagawai, Imam Khatib, Bilal dan Urang Siak) untuk menata diri dan kelembagaan yang kuat. Dan, sinergis dengan semua kekuatan elemen Bangsa dan umat.


Selamat Hari Santri, 22 Oktober 2023, Jihad Santri, Jayakan Negeri. DS. 18102023.

-->