Garuda Indonesia dan InJourney, Menuju Aliansi Strategis di Sektor Pariwisata dan Aviasi -->

Iklan Atas

Garuda Indonesia dan InJourney, Menuju Aliansi Strategis di Sektor Pariwisata dan Aviasi

Rabu, 28 Februari 2024

Garuda Indonesia Akan Gabung dengan Injourney. 


Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, membagikan informasi terkait perkembangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang akan bergabung dengan PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney pada tahun ini. Akibatnya, saham GIAA akan menjadi bagian dari entitas anak usaha InJourney.


Rencananya, Garuda Indonesia akan bergabung dengan Holding Pariwisata dan Aviasi sebelum Oktober 2024. Keputusan ini diambil sejalan dengan perbaikan keuangan perusahaan setelah melalui tahapan penyehatan dan restrukturisasi.


Erick menyatakan bahwa proses integrasi maskapai penerbangan nasional ke dalam entitas usaha InJourney masih dalam tahap penggodokan. Namun, targetnya adalah agar proses tersebut dapat terlaksana sebelum bulan Oktober tahun ini.


"Kami sedang mengusulkan agar Garuda menjadi bagian dari ekosistem InJourney. Ini mencakup Garuda dan Citilink, dan kami berharap dapat terlaksana sebelum Oktober," ujar Erick kepada wartawan pada Selasa (27/2/2024).


Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko, yang menyatakan bahwa seluruh tahapan restrukturisasi keuangan Garuda Indonesia telah selesai, sehingga kinerja keuangan perusahaan diyakini akan terus membaik.


Dengan pencapaian keuangan yang positif, Garuda Indonesia diharapkan dapat menjadi salah satu anak usaha InJourney. Tiko menegaskan bahwa struktur keuangan Garuda Indonesia akan kembali membaik berdasarkan laporan keuangan tahun ini.


"Proses restrukturisasi Garuda sudah selesai, nanti kita akan melihat laporan keuangan yang bagus pada tahun ini. (Masuk InJourney tahun ini?) Iya, tahun ini," ungkap Tiko.


Sebelumnya, ketika InJourney dibentuk, Kementerian BUMN telah melarang Garuda Indonesia untuk bergabung sebagai anggota holding. Larangan tersebut dikarenakan maskapai masih memiliki utang yang besar, mencapai ratusan triliun rupiah. Keputusan tersebut diambil untuk menghindari potensi masalah di masa mendatang.(BY)