Pengusaha dan Pekerja Tekstil Keluhkan Maraknya Impor Ilegal ke Pemerintah -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Pengusaha dan Pekerja Tekstil Keluhkan Maraknya Impor Ilegal ke Pemerintah

Minggu, 07 Juli 2024

Pengusaha dan Pekerja Industri Tekstil Siap Lawan Mafia Impor Ilegal. 


Jakarta - Para pelaku usaha dan pekerja di industri tekstil secara bersama-sama mengajukan keluhan kepada pemerintah. Mereka mengkritik lemahnya tindakan pemerintah dalam menangani produk impor ilegal, terutama di sektor tekstil.


Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menjelaskan bahwa maraknya PHK massal dan penutupan bisnis di industri tekstil, pakaian, dan produk tekstil (TPT) adalah akibat dari bebasnya masuk produk impor tekstil ilegal di pasar domestik.


Ia menyoroti bahwa produk tekstil, termasuk pakaian jadi, dengan mudah ditemukan baik di pasar luring maupun daring.


"Ini merupakan pernyataan perang kami terhadap mafia impor dan kroni-kroninya yang ada di pemerintahan, termasuk aparat yang terlibat," ujar Nandi dalam pernyataannya, Minggu (7/7/2024).


Nandi mengungkapkan bahwa sindikat mafia impor ilegal ini sudah lama diketahui dan menjadi rahasia umum. Bahkan, ia menyebut bahwa pemerintah juga sudah mengetahui masalah ini.


"Pemerintah sangat memahami bahwa PHK dan penutupan pabrik disebabkan oleh maraknya impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai kementerian, importir nakal, dan aparat penegak hukum yang terlibat dalam sindikat mafia impor di Ditjen Bea Cukai, Kementerian Keuangan," katanya.


Nandi berharap agar pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo bisa lebih tegas dalam menangani masalah utama yang mengganggu industri tekstil dalam negeri, yaitu produk impor tekstil ilegal.


"Kami menolak praktik impor borongan/kubikasi dan semua bentuk impor ilegal," jelas Nandi.


Ia juga menyampaikan bahwa aliansi pengusaha dan pekerja TPT dari berbagai skala usaha, mulai dari besar, menengah, hingga industri kecil menengah (IKM), meminta pemerintah untuk tegas menolak intervensi negara asing yang mempengaruhi kebijakan perlindungan pasar domestik Indonesia.


"Kami juga meminta pemerintah untuk berani menolak segala bentuk intervensi negara asing terhadap kebijakan pasar domestik, termasuk intervensi yang dilakukan oleh mafia impor bersama kroni-kroninya serta para retailer barang-barang impor," tambah Nandi.


Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, juga menyatakan hal yang sama. Redma menolak pernyataan Menkeu Sri Mulyani yang menyebut bahwa industri tekstil gulung tikar karena praktik dumping. Menurutnya, itu adalah pengalihan isu karena kegagalan mengontrol Direktorat Jenderal Bea Cukai di bawah Kementerian Keuangan.


“Kita bisa melihat dengan jelas bagaimana banyak oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan,” jelas Redma dalam pernyataannya kepada MPI, Kamis (20/6/2024).


Redma juga mengatakan bahwa kinerja buruk Bea Cukai mengakibatkan peningkatan barang impor tidak tercatat dari China sejak tahun 2021 hingga 2023.


"Hal ini terlihat jelas dari data trade map, di mana impor yang tidak tercatat dari China meningkat dari USD 2,7 miliar pada tahun 2021 menjadi USD 2,9 miliar pada tahun 2022 dan diperkirakan mencapai USD 4 miliar pada tahun 2023," ujar Redma.(BY)