Dua Megathrust Indonesia Berpotensi Picu Gempa Besar -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Dua Megathrust Indonesia Berpotensi Picu Gempa Besar

Rabu, 21 Agustus 2024
ilustrasi


Jakarta - Isu mengenai dua zona megathrust di Indonesia yang berpotensi memicu gempa besar dan tsunami karena belum melepaskan energi dalam waktu lama telah menarik perhatian masyarakat dalam sepekan terakhir. Berikut ringkasannya.


Semua ini bermula ketika Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyampaikan pernyataan bahwa gempa di dua zona megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu.


Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Daryono sebagai tanggapan terhadap gempa di Jepang pekan lalu yang bersumber dari Megathrust Nankai.


Dalam pernyataan resminya, Daryono menyebutkan bahwa dua megathrust di Indonesia, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, telah lama tidak melepaskan energinya.


"Kemungkinan gempa di kedua segmen megathrust ini dapat terjadi kapan saja karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun tidak mengalami gempa besar," ujar Daryono.


Setelah pernyataan tersebut, media sosial ramai dengan kekhawatiran mengenai potensi gempa dari megathrust.


Klarifikasi Daryono

Setelah berita tentang potensi gempa besar dari dua megathrust yang "tinggal menunggu waktu," Daryono memberikan klarifikasi. Menurutnya, hal itu tidak berarti gempa akan terjadi dalam waktu dekat.


"Kembali dibahasnya potensi gempa di zona megathrust saat ini bukan merupakan peringatan dini yang menandakan gempa besar akan segera terjadi. Tidak seperti itu," jelas Daryono dalam unggahannya di X, Kamis (15/8).


"'Tinggal menunggu waktu' bukan berarti akan segera terjadi dalam waktu dekat," lanjut Daryono, menanggapi keresahan yang muncul, melalui unggahannya di X.


Ia menegaskan bahwa hingga kini, belum ada teknologi yang mampu memprediksi gempa. Pihaknya hanya mengawasi dua segmen megathrust yang belum melepaskan energinya.


Gempa megathrust tak dapat diprediksi

Megathrust adalah pertemuan antara lempeng tektonik di zona subduksi, yakni titik di mana satu lempeng bergerak ke bawah lempeng lain, biasanya berada di bawah laut. Bahaya utama dari megathrust adalah gempa besar dan tsunami.


Namun, para ahli dari dalam dan luar negeri menyatakan bahwa gempa dari megathrust hingga kini belum bisa diprediksi.


Daryono menegaskan dalam cuitannya di X, bahwa meskipun gempa dari dua megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu, hal itu bukan berarti waktu kejadiannya dapat diprediksi.


"Karena gempa belum bisa diprediksi, kami tidak tahu kapan akan terjadi. Kami sebut 'menunggu waktu' karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah melepaskan energi, tinggal segmen-segmen ini yang belum," jelas Daryono.


Heri Andreas, pakar geologi dari ITB, juga menyampaikan hal serupa. Ia menjelaskan bahwa kondisi megathrust di dasar laut sangat kompleks.


"Tidak ada yang bisa memprediksi waktu tepatnya, atau mungkin belum ada yang bisa, karena sangat kompleks," ujar Heri.


Namun, Heri menjelaskan bahwa gempa memiliki siklus yang terjadi setiap ratusan tahun. Misalnya, untuk zona megathrust di Sumatera dan Jawa, menurutnya gempa terjadi dengan siklus 200 hingga 250 tahun.


"Setelah perulangan 200-an tahun, meskipun tidak tepat 200 tahun, sekitar 225 atau 230 tahun, gempa bisa terjadi lagi karena gempa bersifat siklus," jelasnya.


Seismic gap

Wilayah megathrust yang "tinggal menunggu waktu" untuk melepaskan energinya adalah Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.


Keduanya termasuk dalam zona seismic gap, yakni zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengalami akumulasi medan tegangan pada kerak Bumi.


Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua segmen megathrust tersebut terakhir kali mengalami gempa lebih dari dua abad yang lalu.


Megathrust Selat Sunda, dengan panjang 280 km, lebar 200 km, dan laju pergeseran (slip-rate) 4 cm per tahun, tercatat mengalami gempa pada tahun 1699 dan 1780 dengan Magnitudo 8,5.


Megathrust Mentawai-Siberut, dengan panjang 200 km, lebar 200 km, dan slip-rate 4 cm per tahun, mengalami gempa pada tahun 1797 dengan Magnitudo 8,7 dan pada tahun 1833 dengan Magnitudo 8,9. (des)