Kain Tenun Palembang, Sagu, dan Kopi Gayo, Produk Unggulan Indonesia Siap Tembus Pasar Internasional -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Kain Tenun Palembang, Sagu, dan Kopi Gayo, Produk Unggulan Indonesia Siap Tembus Pasar Internasional

Kamis, 26 September 2024

ilustrasi

Jakarta - Indonesia menunjukkan potensi besar dalam menggerakkan ekonomi global melalui produk-produk unggulannya. Di antara berbagai komoditas lokal, kain tenun Palembang, sagu dari Kepulauan Meranti, dan kopi Gayo dari Aceh menonjol sebagai produk dengan daya tarik yang semakin kuat di pasar internasional.


Ketiga produk ini tidak hanya merefleksikan kekayaan budaya dan keunikan Indonesia, tetapi juga berperan sebagai penggerak ekspor yang memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Terlebih lagi, komoditas tersebut memiliki potensi besar untuk menembus pasar ekspor di masa depan.


Untuk mendukung ekspor dari ketiga komoditas tersebut, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) meluncurkan tiga program Desa Devisa di Sumatera Selatan, Riau, dan Aceh melalui program Special Mission Vehicle (SMV) Icon pada 29 Agustus 2024.


Ferdinan Lengkong, Kepala Kanwil DJKN Sumsel, Jambi, dan Bangka Belitung Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa program SMV Icon merupakan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai tujuan ekonomi nasional. Program ini bertujuan untuk mendorong potensi desa agar dapat menembus pasar ekspor melalui kegiatan Desa Devisa LPEI.


"Desa Devisa dalam program SMV Icon bertujuan untuk meningkatkan ekspor dan devisa yang berkelanjutan, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pengrajin serta berperan dalam ekspor global," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9).


Nilla Meidhita, Kepala Departemen Jasa Konsultasi UKM LPEI, menambahkan bahwa Program Desa Devisa bertujuan untuk mendorong ekspor produk lokal, meningkatkan devisa negara, serta kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan koperasi dan UMKM.


Dengan dukungan dan pelatihan dari LPEI, diharapkan produk-produk UMKM dapat memenuhi standar ekspor dan bersaing di pasar global. LPEI memberikan pelatihan komprehensif yang tidak hanya memberikan pengetahuan mendalam, tetapi juga mempersiapkan peserta menghadapi tantangan ekspor secara lebih terstruktur dan profesional, serta mendukung pengembangan potensi komoditas desa menuju pasar internasional.


Pemerintah, melalui LPEI, berkomitmen untuk terus mendorong Desa Devisa guna meningkatkan ekspor Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh LPEI pada 2023 menunjukkan peningkatan ekspor kain tenun tertinggi ditujukan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Meksiko, India, dan Filipina.


Ekspor kain tenun Indonesia didominasi oleh kain tenunan dari benang filamen sintetik, dengan proporsi 50,64%, diikuti oleh kain tenunan lainnya dari serat stapel sintetik (13,77%) dan kain tenunan dari serat stapel sintetik yang dicampur dengan kapas (8,27%).


Sementara itu, nilai ekspor sagu Indonesia meloncat tajam sebesar 134,40% YoY pada 2023, seiring dengan peningkatan volume ekspor sebesar 164,86% YoY, didorong oleh permintaan tinggi dari Tiongkok, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan Singapura. Sagu menarik perhatian pasar global berkat sifatnya yang non-GMO dan bebas gluten.


Pada periode Januari-Juni 2024, nilai ekspor kopi meningkat 10,79% YoY, mencerminkan pengaruh positif dari kenaikan harga kopi di pasar global. Ekspor kopi ke sejumlah negara juga mengalami peningkatan, terutama ke Thailand, Filipina, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Armenia.


Sejak tahun 2020 hingga Agustus 2024, akumulasi jumlah Desa Devisa LPEI mencapai 1.545 desa yang tersebar di seluruh Indonesia, melibatkan 134.918 petani, nelayan, pengrajin, dan warga lainnya. Terdapat 23 komoditas ekspor unggulan dari Desa Devisa, antara lain kopi, rumput laut, kakao, gula aren, dan kerajinan.


Desa Devisa Tenun Palembang melibatkan enam desa dengan 20 pengrajin yang mempekerjakan sekitar 300 orang. Desa ini memiliki kapasitas produksi 600 lembar kain per tahun dengan omzet Rp1,3 miliar. Melalui program ini, LPEI memberikan pelatihan peningkatan kualitas produk, pengembangan desain yang sesuai dengan tren pasar global, serta mendampingi agar tenun Palembang dapat diekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat.


Desa Devisa Sagu dari Kepulauan Meranti terdiri dari 16 desa dengan lebih dari 6.000 petani, kapasitas produksi mencapai 1.000 ton per bulan, diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk sagu di pasar internasional.


Sementara itu, Desa Devisa Kopi Gayo dari Bener Meriah, Aceh, mencakup 220 desa dengan lahan seluas 192 hektar yang menghasilkan 134,4 ton kopi, dengan potensi penjualan mencapai Rp14,1 miliar. Untuk memperkuat daya saing dan keberlanjutan, Kementerian Keuangan, LPEI, dan Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah membentuk Koperasi Panca Gayo Aceh sebagai penghubung kopi Gayo untuk menembus pasar kopi global.


Dengan program Desa Devisa ini, kain tenun, sagu, dan kopi Gayo tidak hanya akan menjadi komoditas ekspor unggulan, tetapi juga simbol kebangkitan ekonomi berbasis komunitas. Diharapkan ketiga produk ini terus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan internasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. (des)