ilustrasi |
Jakarta – Seorang karyawan Ernst & Young (EY) berusia 26 tahun, Anna Sebastian Perayil, meninggal dunia pada bulan Juli lalu, diduga akibat kelelahan kerja setelah empat bulan bekerja di EY India.
Dilaporkan oleh NBC News, ibu Perayil, Anita Augustine, menulis surat yang viral di media sosial, menyebutkan bahwa putrinya meninggal akibat "beban kerja yang melelahkan." Dalam surat tersebut, Augustine mengungkapkan bahwa Perayil harus beradaptasi dengan tuntutan kerja yang berat, jam kerja panjang, dan tekanan tinggi yang berdampak buruk pada kesehatannya.
Augustine menambahkan bahwa Perayil mulai mengalami kecemasan, insomnia, dan stres, namun tetap memaksakan diri untuk bekerja keras demi kesuksesan. Putrinya juga kerap diminta bekerja malam hari dan akhir pekan, sering pulang dalam keadaan sangat lelah. Pada hari kematiannya, Perayil mengeluhkan nyeri di dada, dan dokter menyatakan bahwa ia kurang istirahat.
Augustine menyayangkan bahwa tidak ada perwakilan dari EY yang hadir di pemakaman putrinya.
Menanggapi surat tersebut, CEO Ernst & Young India, Rajiv Memani, dalam unggahan di LinkedIn, menyampaikan rasa sedih atas kejadian tersebut dan menyesalkan absennya perusahaan dalam pemakaman. Memani berjanji kejadian serupa tidak akan terulang dan menegaskan bahwa perusahaan berkomitmen menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
Sementara itu, pihak berwenang India sedang melakukan penyelidikan terkait kondisi lingkungan kerja di EY, menyusul tuduhan eksploitasi karyawan. Menteri Ketenagakerjaan India, Shobha Karandlaje, menyatakan penyelidikan mendalam tengah dilakukan untuk mengusut dugaan ini. (des)