Peluang mobil hybrid, antara pembatasan BBM subsidi dan insentinf. |
Jakarta – Pemerintah berencana untuk membatasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kebijakan ini diperkirakan akan mendorong peningkatan penjualan mobil dengan mesin berkapasitas kecil yang lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar.
Saat ini, skema pembatasan BBM bersubsidi masih dalam tahap pembahasan. Nantinya, kebijakan ini akan diberlakukan pada mobil bensin dengan mesin di atas 1.400 cc dan mobil diesel berkapasitas lebih dari 2.000 cc.
Yagimin, Chief Marketing Auto2000, mengungkapkan bahwa pembatasan ini bisa membuat konsumen lebih memilih mobil hemat bahan bakar. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh harga BBM RON 92 yang lebih mahal dibandingkan Pertalite.
“Kalau nanti semua kendaraan tidak bisa menggunakan Pertalite, pilihannya adalah Pertamax atau Pertamina Dex. Sebagai konsumen, saya pasti akan mencari kendaraan yang paling efisien dalam penggunaan bahan bakar. Toyota punya banyak pilihan mobil LCGC yang terkenal hemat, tapi jika ingin lebih irit, bisa memilih mobil hybrid,” kata Yagimin dalam sebuah acara di Jakarta Selatan baru-baru ini.
Ia menambahkan, mobil hybrid diperkirakan akan semakin diminati karena konsumsi BBM-nya yang jauh lebih hemat dibandingkan mobil konvensional, sehingga dapat mengurangi biaya operasional.
“Mobil hybrid itu sangat hemat. Jadi, jika diisi dengan Pertamax, konsumsinya tidak terlalu membebani. Bahkan, hybrid bisa dianggap seperti kendaraan listrik, tetapi tanpa perlu pengisian daya, dan BBM-nya dua kali lebih hemat dari mobil mesin konvensional,” tambahnya.
Insentif Mobil Hybrid Tak Akan Diberikan Tahun Ini
Pemerintah dipastikan tidak akan memberikan insentif bagi mobil hybrid pada tahun ini. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang mengatakan bahwa penjualan mobil hybrid sudah cukup baik meski tanpa insentif.
"Penjualan mobil hybrid sudah menunjukkan peningkatan meskipun tanpa adanya insentif," kata Airlangga di Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024).
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sempat menyatakan pentingnya insentif untuk mobil hybrid guna mencegah produsen memindahkan pabrik mereka ke negara lain yang menawarkan insentif lebih menarik.
“Kami menginginkan adanya insentif, meskipun tidak sebesar insentif untuk mobil listrik. Salah satu alasannya adalah untuk menjaga agar produsen mobil hybrid yang sudah ada di Indonesia tidak memindahkan pabriknya ke negara lain,” ungkap Agus beberapa waktu lalu.
Beberapa negara memang telah memberikan insentif bagi produsen kendaraan yang mengarah pada elektrifikasi, termasuk mobil hybrid. Agus khawatir jika produsen besar di Indonesia tergiur oleh tawaran dari negara lain dan memindahkan operasional pabriknya.
Saat ini, penjualan mobil hybrid di Indonesia terus meningkat, bahkan melebihi penjualan mobil listrik yang mendapatkan banyak insentif. Meskipun harga mobil hybrid relatif tinggi karena penggunaan teknologi canggih seperti baterai dan motor listrik, minat konsumen terhadap mobil hybrid semakin besar.
Para produsen berharap pemerintah memberikan dukungan berupa insentif untuk meningkatkan penjualan mobil hybrid, terutama karena pasar kendaraan roda empat di Indonesia sedang lesu. Hal ini juga dianggap akan membantu mencapai target penjualan mobil di tengah minat konsumen yang semakin tinggi terhadap mobil hybrid.
Mobil Hybrid Menjadi Pilihan Utama Pembeli Pemula
Deputy General Manager Marketing Planning PT Toyota Astra Motor (TAM), Resha Kusuma Atmaja, mengungkapkan bahwa Toyota ingin memberikan kesempatan kepada semua kalangan untuk beralih ke era elektrifikasi kendaraan.
"Toyota berkomitmen agar setiap orang bisa berkontribusi dalam era elektrifikasi, dengan tagline 'It's Time for Everyone,' yang menunjukkan bahwa ini bukan hanya untuk segmen tertentu saja," kata Resha dalam acara di Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024).
Berdasarkan survei, Toyota menemukan bahwa mobil listrik saat ini lebih sering dipilih sebagai kendaraan kedua oleh konsumen di Indonesia. Sementara itu, pembeli pemula atau first buyer yang baru beralih dari sepeda motor cenderung memilih mobil konvensional.
"Bagi first buyer, mobil biasanya dipakai sebagai kendaraan utama. Konsumen harus yakin dengan infrastruktur yang ada untuk memastikan keamanan dan kenyamanan mereka dalam berkendara. Saat ini, mobil hybrid adalah pilihan yang paling sesuai," jelas Resha.
Menurutnya, keyakinan konsumen, terutama first buyer, sangat penting untuk mendorong peningkatan penjualan. Toyota tidak ingin terjebak dalam perdebatan seperti teori ayam atau telur, apakah infrastruktur atau kendaraan yang harus lebih dulu disiapkan.
“Mobil hybrid tidak membutuhkan pengisian daya listrik dan masih menggunakan bensin. Jadi, kenapa tidak memilih hybrid dulu? Kami ingin agar semuanya berjalan bersamaan, tanpa harus menunggu infrastruktur lebih dulu,” tutup Resha.(BY)