. |
Kegiatan ini dihadiri puluhan siswa yang berasal dari beragam SMA di Kota Padang. “Perangkat digital bukan hanya soal kemampuan menggunakannya, namun juga tentang potensi kejahatan yang sangat mungkin terjadi di baliknya,” ungkap Ayu Adriyani selaku Ketua Tim Pengabdi yang juga merupakan Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi.
Harapannya, teman-teman peserta yang hadir di dalam pelatihan ini mampu memberdayakan diri dalam mengantisipasi terjadinya kejahatan, terutama yang bentuknya kekerasan berbasis gender di ranah online,” tegasnya.
Kegiatan pengabdian ini juga dianggotai AB Sarca Putera dan Rian Surenda yang juga merupakan akademisi UNP. Hadir sebagai fasilitator di dalam kegiatan ini adalah Sri Oktika Amran, dosen program studi Ilmu Komunikasi UNP. Dalam banyak data yang dipaparkan, terlihat bahwa kekerasan berbasis gender online terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, utamanya dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Melalui kesempatan tersebut, Sri Oktika Amran mengantar para peserta untuk berkenalan dengan konsep dasar dan beragam macam bentuk kekerasan berbasis gender online.
Selain itu, hadir pula Rahmi Meri Yenti selaku Direktur Women’s Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan. Nurani Perempuan merupakan lembaga swadaya Masyarakat yang berdiri sejak tahun 1999 dan berfokus pada aktivisme pendampingan korban dan pencegahan kekerasan berbasis gender, serta advokasi atas kebijakan yang diskriminatif.
Melalui pengalaman panjang di lapangan, WCC Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yenti memaparkan sejumlah fakta kasus, remaja di rentang usia 15-18 tahun di Sumatera Barat yang telah mengalami kekerasan berbasis gender online dengan beragam motif. “Pada salah satu kasus yang kami tangani, seorang anak berinisial R diancam untuk disebar foto dan video pribadinya apabila ia tidak mentransfer sejumlah uang,” tuturnya.
Kasus demi kasus yang terjadi memperlihatkan adanya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban. Namun seringkali, korban harus menjadi korban untuk yang kesekian kalinya. “Hari ini, kita bisa mengantisipasi KBGO. Misalnya dengan berani menolak obrolan-obrolan berbau pornografi di media sosial, tidak mudah percaya pada orang yang baru dikenal di dunia virtual, dan tidak membagikan data pribadi, semisal kata sandi media sosial,” tegas Rahmi Meri.
Pelatihan cakap digital ini turut merangkum pengalaman dan pengetahuan para peserta yang hadir. “Kami berharap, melalui kegiatan ini, masing-masing kami tercerahkan dan lebih berani untuk bicara ketika berhadapan dengan kasus KBGO, ataupun juga bisa menjadi kawan untuk orang-orang terdekat yang menghadapi persoalan ini,” tutup Hazizi, Ketua Forum Osis Padang.(*)