Satgas Antihoaks Kominfo Gandeng Platform Media Sosial untuk Perangi Hoaks -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Satgas Antihoaks Kominfo Gandeng Platform Media Sosial untuk Perangi Hoaks

Sabtu, 14 September 2024

Gandeng platform medsos, Kominfo siapkan Satgas Antihoaks Pilkada Serentak 2024.


Jakarta — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan membentuk tim Satuan Tugas (Satgas) Antihoaks untuk mencegah penyebaran berita bohong terkait Pilkada Serentak 2024.


Dalam usaha melawan berita hoaks, Kementerian Kominfo bekerja sama dengan berbagai platform media sosial yang ada di Indonesia. Platform-platform ini diharapkan berkomitmen untuk mencegah penyebaran berita bohong dengan lebih cepat.


“Baru-baru ini kami mengadakan rapat dengan semua platform media sosial yang ada, agar mereka aktif dalam mengatasi hoaks,” kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo, Prabu Revolusi, di kantor Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat (13/9/2024).


Prabu menjelaskan bahwa Satgas Antihoaks yang akan dibentuk akan memberikan informasi mengenai nama-nama calon kepala daerah kepada platform media sosial. Hal ini bertujuan agar platform tersebut dapat secara aktif melakukan pemeriksaan fakta dan mencegah penyebaran informasi hoaks tanpa harus menunggu laporan dari pengguna.


Penyebaran berita bohong melalui media sosial dapat terjadi dengan cepat dan mudah dipercaya oleh masyarakat, yang berpotensi menimbulkan perpecahan dan aksi kekerasan.


“Hoaks akan ditangani secara aktif oleh platform, bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh platform itu sendiri dengan melakukan tagging pada hoaks,” ujar Prabu.


Satgas Antihoaks yang akan dibentuk oleh Kementerian Kominfo direncanakan akan diresmikan dalam beberapa pekan ke depan. Saat ini, sudah ada enam platform yang siap berkomitmen untuk mencegah penyebaran berita bohong.


“Platform yang sudah berkomitmen antara lain YouTube, Meta, TikTok, Google, Snack, dan X,” ungkap Prabu.


Prabu menambahkan bahwa informasi yang tersebar di media sosial tidak selalu diawasi secara ketat, berbeda dengan media mainstream yang melalui proses gate keeping yang panjang.


“Tidak seperti content creator atau netizen di media sosial, yang sering kali tidak dapat dikonfirmasi atau bahkan ada yang menggunakan robot. Media mainstream telah melewati proses gate keeping,” jelasnya.(BY)