WNA China Keruk Emas 774 Kg di Kalimantan, Negara Rugi Rp1 Triliun! Begini Modusnya |
Jakarta - Warga Negara Asing (WNA) asal China terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampaim, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kegiatan tanpa izin ini menyebabkan kerugian bagi negara yang diperkirakan mencapai Rp1,02 triliun akibat hilangnya cadangan emas dan perak sebesar sekitar 774.200 gram (774 kg) dan 937.700 gram (937,7 kg) untuk perak.
"Telah ditemukan aktivitas ilegal di lokasi kejadian yang dilakukan oleh tersangka berinisial YH," jelas Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Sunindyo Suryo Herdadi, pada 11 Mei 2024.
Sementara itu, Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah menyelesaikan tahap penyidikan terhadap tersangka YH dan rekan-rekannya yang melakukan pertambangan bijih emas tanpa izin dengan metode tambang dalam di lokasi yang seharusnya memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Penyidikan oleh PPNS Ditjen Minerba dinyatakan selesai setelah berkasnya diterima dan dinyatakan lengkap oleh Jaksa Pidana Umum (JPU) di Jakarta, sebagaimana tercantum dalam surat P-21 Nomor B-2687/Eku.1/07/2024 tanggal 5 Juli 2024. Selanjutnya, PPNS Ditjen Minerba menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada JPU Kejaksaan Negeri Ketapang, bersama dengan JPU dari Kejaksaan Agung.
Sunindyo mengapresiasi upaya PPNS Ditjen Minerba yang bekerja di bawah koordinasi dan pengawasan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri dalam menjalankan tugas penegakan hukum.
"Upaya penegakan hukum ini menjadi pembelajaran berharga, dan ke depan harus dilakukan di lokasi-lokasi lain yang juga memerlukan penegakan hukum," tambahnya, seperti dilansir dari laman Ditjen Minerba.
PPNS Ditjen Minerba juga mendapatkan dukungan dari Kejaksaan Negeri Ketapang dan berkomitmen untuk segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan.
"Kejaksaan Agung mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh PPNS KESDM. Kejaksaan Negeri Ketapang akan melimpahkan perkara ini ke pengadilan untuk segera disidangkan dan memberikan kepastian hukum," kata Kepala Kejaksaan Negeri Ketapang, Anthoni Nainggolan, di tempat yang sama.
Anthoni menekankan bahwa penegakan hukum di sektor pertambangan akan terus dilakukan dengan bekerja sama dengan instansi terkait sebagai bagian dari sinergi lembaga penegak hukum di Indonesia.
"Kolaborasi manajerial sangat penting, di mana Kementerian ESDM, Bareskrim Polri, dan Kejaksaan Agung bekerja sebagai satu kesatuan. Ini merupakan bentuk kolaborasi kami dalam penegakan hukum terhadap tindakan pertambangan tanpa izin," ujar Anthoni.
Senada dengan pernyataan Anthoni, Perwira Urusan Subbagian Penelitian Perkara, Bagian Pengawasan Penyidikan, Kompol Edi Kusyana, menjelaskan bahwa tim PPNS Ditjen Minerba berhasil menyelesaikan kasus ini dengan dukungan dari Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung. Edi berharap kolaborasi ini menjadi awal yang baik untuk mengungkapkan kasus-kasus penegakan hukum di sektor pertambangan mineral dan batubara.
Sebelumnya, PPNS Ditjen Minerba melakukan serangkaian kegiatan pengawasan, pengamatan, penelitian, dan pemeriksaan (Wasmatlitrik) di bawah koordinasi Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri, menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan aktivitas pertambangan bijih emas secara ilegal di lokasi yang memiliki IUP.
Di lokasi tambang tersebut, sejumlah alat bukti khas untuk pengolahan dan pemurnian emas ditemukan, seperti pemecah batu (grinder), induction furnace, pemanas listrik, dan peralatan lainnya. Barang bukti tersebut dititipkan di Polres Ketapang untuk keperluan mobilisasi, sementara beberapa barang bukti lain masih dalam perjalanan akibat kendala administrasi penerbangan.
Modus operandi dalam kasus ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang masih dalam masa pemeliharaan dengan alasan untuk kegiatan pemeliharaan. Namun, pelaksanaan di tunnel meliputi pembongkaran menggunakan bahan peledak, dan pemurnian bijih emas di lokasi tersebut. Hasil pemurnian kemudian dikeluarkan dalam bentuk dore/bullion emas.
Dalam kasus ini, tersangka YH berperan sebagai pemimpin operasi penambangan bawah tanah di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampaim, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dari Februari hingga Mei 2024. Kegiatan pertambangan tanpa izin ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan akibat hilangnya cadangan emas dan perak.
Sesuai dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tersangka terancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga 100 miliar rupiah. Perkara ini akan dikembangkan lebih lanjut secara paralel, bersamaan dengan tindak lanjut yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Ketapang.(BY)