![]() |
Alasan Bandara IKN Tak Perlu Buru-Buru Dioperasikan. |
Jakarta - Pemerintah diimbau untuk tidak terburu-buru dalam menentukan waktu operasional Bandara Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai bandara komersial berskala internasional yang memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan global.
Pernyataan ini disampaikan karena masih banyak aspek yang perlu diperbaiki untuk menjamin keselamatan penerbangan, seperti masih ditemukannya butiran debu di area landasan pacu dan rencana untuk menjadikan bandara tersebut sebagai forest airport.
Pemerintah diharapkan lebih mempersiapkan Bandara IKN untuk statusnya sebagai bandara internasional dengan standar keselamatan dan kenyamanan yang memadai. Persiapan ini tidak hanya mencakup infrastruktur, tetapi juga mitigasi bencana.
“Sebaiknya bandara itu benar-benar disempurnakan dari segi keselamatan dan keamanan. Bandara ini nantinya tidak hanya melayani masyarakat umum, tetapi juga untuk kepentingan Presiden, para menteri, dan tamu negara,” kata pengamat transportasi, Bambang Haryo Soekartono, di Jakarta, Minggu (20/10/2024).
Bambang mengapresiasi langkah Kementerian Perhubungan yang telah berupaya meningkatkan fasilitas saat ini untuk memenuhi standar keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penerbangan internasional. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi.
“Saya menghargai upaya untuk memperlebar landasan pacu menjadi 45 meter dan menambah panjangnya menjadi 2.500 meter. Namun, saya melihat bahwa sisi kanan dan kiri landasan masih berupa pasir, tanah liat, dan bebatuan serta debu yang dapat tersedot oleh mesin pesawat, bahkan bisa merusak blade turbin. Jika itu terjadi, dapat menyebabkan getaran mesin pesawat, kerusakan blade turbin, dan bahkan menyumbat aliran udara yang masuk, yang dapat mengurangi daya dorong pesawat. Ini tentu membahayakan seluruh pihak yang ada di dalam pesawat,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa banyak pesawat mengalami kerusakan atau kecelakaan akibat menghisap abu vulkanik yang lebih halus dibandingkan pasir dan kerikil. Beberapa kejadian juga menunjukkan bahwa petugas yang berada dekat mesin pesawat dapat tersedot, meskipun mereka berdiri dengan jarak 5 meter dari mesin. Salah satu contoh yang diungkapkan adalah peristiwa di Bandara Internasional Schipol Amsterdam pada 30 Mei 2024, yang mengakibatkan tewasnya seorang petugas bandara akibat tersedot mesin pesawat. Sesuai aturan, jarak minimal yang aman adalah 30 meter.
“Pernah terjadi juga bahwa pesawat British Airways mengalami mati mesin saat melewati wilayah yang terdapat debu vulkanik. Debu vulkanik ini berukuran lebih kecil dibandingkan debu yang terlihat di pesawat Hercules milik Kementerian Pertahanan saat mendarat di Bandara IKN. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi keselamatan penerbangan,” tambahnya.
Sebelum mengesahkan status Bandara IKN sebagai bandara internasional, pemerintah juga harus mencatatkan angka Pavement Classification Number (PCN) sebagai penentu tipe pesawat yang dapat mendarat atau mengudara di bandara tersebut.
“PCN harus diketahui terlebih dahulu sebelum dioperasikan agar bisa menentukan jenis pesawat apa yang bisa mendarat, baik pesawat narrow body (ukuran sedang) maupun wide body (ukuran besar),” ujarnya.
Dia berharap Kementerian Perhubungan dapat melakukan uji tes landasan untuk pesawat yang ditargetkan mendarat di bandara tersebut dalam kondisi muatan penuh, termasuk penumpang, logistik, serta bahan bakar dan air tawar. Uji coba juga perlu dilakukan dalam kondisi cuaca yang beragam, baik angin maupun hujan.
“Kami kurang sependapat dengan wacana menjadikan Bandara IKN sebagai forest airport, karena bandara harus steril dari kehidupan hewan, termasuk burung. Hal ini penting karena komunitas burung dapat membahayakan keselamatan penerbangan jika masuk ke mesin pesawat, merusak blade, atau bertabrakan dengan kaca kokpit. Ini sudah beberapa kali terjadi di dunia penerbangan yang dikenal sebagai bird strike,” pungkasnya.(BY)