Kementerian Perindustrian, Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Merugikan Industri Hasil Tembakau Legal -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Kementerian Perindustrian, Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Merugikan Industri Hasil Tembakau Legal

Selasa, 24 Desember 2024
Standarisasai kemasan picu peredaran rokok ilegal


Jakarta - Standarisasi kemasan produk tembakau berisiko meningkatkan peredaran rokok ilegal. Kemasan tanpa identitas yang jelas dapat membuat produk legal semakin terancam, yang akhirnya akan berdampak negatif pada industri tembakau secara keseluruhan.


"Hal ini tentu akan merugikan kinerja industri hasil tembakau (IHT) legal. Jika peredaran rokok ilegal terus berlanjut, dampaknya bisa sangat besar, mulai dari menurunnya pendapatan perusahaan, berkurangnya serapan tenaga kerja, hingga terganggunya pasokan bahan baku," kata Direktur Industri Minuman, Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, Senin (23/12/2024).


Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah merumuskan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau). Pengaturan terkait standardisasi kemasan ini merupakan bagian dari rancangan yang sedang dipertimbangkan.


Selain kekhawatiran terkait maraknya rokok ilegal, Merri juga menyebutkan bahwa negara berpotensi merugi dari hilangnya pendapatan cukai tembakau. Keberadaan rokok ilegal tidak hanya mengancam kelangsungan industri, tetapi juga dapat mengurangi penerimaan negara.


"Produksi IHT juga mengalami penurunan pada tahun 2022 sebesar 323 miliar batang, dan pada 2023 turun menjadi 318 miliar batang, yang berarti turun sekitar 1,5%," ujarnya.


Dia menegaskan, pendapatan negara dari cukai hasil tembakau perlu dijaga. Pada tahun 2023, pendapatan dari cukai tembakau mencapai Rp213 triliun. Meskipun angka ini tidak sesuai dengan target yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN 2023 sebesar Rp227,21 triliun, pemerintah kemudian merevisi target menjadi Rp218,7 triliun karena penurunan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).


Selain itu, sektor IHT juga melibatkan banyak pekerja yang menggantungkan hidup mereka pada industri ini. Oleh karena itu, penting untuk menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu, di tengah upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.


Di sisi lain, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan bahwa Kemenkes masih melakukan koordinasi internal terkait penyusunan aturan turunan dari PP Kesehatan. RPMK Tembakau masih dalam proses kajian dan akan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pengusaha, industri, dan petani.


"Mengingat bonus demografi, kami ingin Indonesia menjadi negara maju dengan sumber daya manusia yang sehat," ungkapnya.(BY)