Mahyeldi Dukung Hilirisasi Sawit demi Penguatan Fiskal Daerah -->

Iklan Muba

Mahyeldi Dukung Hilirisasi Sawit demi Penguatan Fiskal Daerah

Jumat, 25 April 2025

 

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah


Padang – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah memberikan apresiasi terhadap seminar yang membahas kebijakan luar negeri dan pembangunan nasional, yang diinisiasi oleh Kepala Kanwil DJPb Sumbar, Ibu Syukriah HG, pada Rabu (23/4/2025) dengan format hybrid.

Menurut Gubernur Mahyeldi, seminar ini sangat bermanfaat untuk memperkuat pemahaman di kalangan pemerintah daerah, pelaku usaha, dan UMKM mengenai pentingnya hilirisasi dan ekspor sebagai upaya meningkatkan nilai tambah komoditas serta memperkuat fiskal daerah.

“Ini adalah kegiatan yang sangat positif, karena kita jadi lebih memahami urgensi hilirisasi dan ekspor komoditas unggulan daerah. Materi yang disampaikan oleh para narasumber sangat sejalan dengan harapan kita,” ujar Gubernur Mahyeldi.

Pernyataan tersebut disampaikan setelah mengikuti seminar yang bertema “Membangun Diplomasi Sawit Indonesia yang Berdampak terhadap Peningkatan Fiskal Daerah”, yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri di Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Sumatera Barat secara hybrid.

Berdasarkan data 2024, Sumbar tercatat sebagai salah satu penghasil sawit terbesar di Indonesia, dengan produksi mencapai sekitar 699,39 ribu ton. Ekspor CPO dari Sumbar menyumbang sekitar 79,65% dari total ekspor nasional.

Dari 19 kabupaten/kota yang ada di Sumbar, hanya sebagian kecil wilayahnya yang bukan merupakan kawasan perkebunan sawit, seperti Bukittinggi, Padang Panjang, Payakumbuh, dan Mentawai. Hal ini menjadikan Sumbar sebagai daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia.

Namun, jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit di Sumbar masih terbatas, yakni hanya 38 unit yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Sebanyak 14 unit berada di Pasaman Barat, 7 unit di Dharmasraya, 5 unit di Solok Selatan, 4 unit di Pesisir Selatan, 4 unit di Agam, dan 4 unit di Sijunjung.

“Jumlah pabrik ini masih kurang dan perlu ditambah. Agar kedepannya hilirisasi dapat berjalan lebih optimal, bahkan kita harus mulai melakukan hilirisasi hingga ke tingkat produk jadi,” tegas Mahyeldi.

Ia menambahkan bahwa untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan komitmen serta kolaborasi dari berbagai pihak.

Sementara itu, Drs. Freddy M. Panggabean, M.A., Fungsional Diplomat Ahli Madya Pusat Strategi Kebijakan Multilateral Kementerian Luar Negeri, mengungkapkan bahwa mencapai optimalisasi hilirisasi dan ekspor komoditas bukanlah hal yang mudah, apalagi di tengah eskalasi perang dagang dan ketegangan ekonomi global. Namun, menurutnya, tidak ada yang tidak mungkin jika semua pihak bersinergi.

“Memang tantangannya besar, tetapi tidak ada yang tidak mungkin jika kita bisa bersatu. Itu yang menjadi tujuan utama dari diskusi ini,” ungkap Freddy.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam lima tahun terakhir, devisa yang diperoleh dari ekspor minyak sawit berkisar antara US$ 22 juta hingga US$ 39,07 juta. Meskipun ekspor sawit menunjukkan tren positif, produksi minyak sawit cenderung stagnan, berada di kisaran 51,2 hingga 54,8 juta ton. Penurunan ekspor sawit perlu diantisipasi, mengingat situasi global yang semakin tidak pasti.

“Selain untuk meningkatkan pendapatan daerah, potensi sawit Sumbar juga diharapkan dapat berkontribusi pada ketahanan rantai pasok dan hilirisasi sawit nasional,” harapnya.

Freddy juga menekankan pentingnya informasi mengenai potensi Sumbar yang dapat digunakan oleh Kementerian Luar Negeri dan perwakilan RI di luar negeri untuk dipromosikan kepada mitra internasional.

“Kami berharap pemerintah daerah dapat segera menyiapkan regulasi dan sistem yang mendukung kemudahan berusaha. Hal ini akan meningkatkan minat para pelaku usaha untuk lebih aktif berpartisipasi,” tutupnya.

Seminar ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh penting lainnya, termasuk Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti; Kepala Kanwil DJPb, Syukriah HG; serta Direktur Kerjasama Intra Kawasan dan Antar Kawasan Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri. Beberapa akademisi dan praktisi dari universitas serta kementerian lainnya turut berpartisipasi, seperti Kabul Wijayanto, Apriwan, Ditua Agung Nurdianto, dan Eng Muhammad Makky.(des*)