![]() |
Penulis Sts.Dt.Rajo lndo. S.H, M.H, saat ditemui media di kantin PWI Tanah Datar |
Tanah Datar, fajarsumbar.com - Aksi dari Staf Khusus Kementerian ATR/BPN di Aula Kantor Bupati Tanah Datar, identik dengan tujuan Perda Sumatera Barat No.7 /2023, tentang tanah ulayat yang diundangkan oleh Sekda dan dibubuhi tandatangan oleh Hansastri. Begitu dikatakan Sts.Dt.Rajo lndo. S.H, M.H, dalam menjawab pertanyaan media di Batu Sangkar, Minggu (18/5/2025).
Menurut Sts.Dt.Rajo lndo itu, yang disosialisasikan oleh staf khusus ATR/BPN Rezka Oktaberia itu adalah Pengadministrasian dan Pendaftar tanah Ulayat Minangkabau. Hal itu berkaitan langsung dengan pasal 16 dari Perda Sumbar itu ayat (1) yang menyebutkan, "Pengadministrasian tanah Ulayat dilakukan......... "Jika sekedar pengadministrasian orang Minangkabau tidak akan memperma salahkan. Malah para pemangku adat yang tahu dengan hukum adat akan oke-oke saja".
Karena dalam pengadministrasian itu yang dijelaskan data fisik berupa letak, batas-batas tanah itu menurut adat dan fakta dilapangan dan bentuk pemamfaatannya. Itu akan berguna untuk menghindari hal-hal yang tidak diingini terjadi di kemudian hari.
Namun pada point "b" dari Pasal 18 dibunyikan tentang data yuridis. Dalam data yuridis itu dikatakan, 1.identitas pemilik. Berbicara pemilik atas tanah Ulayat itu tidak ditemukan dalam hukum adat Minangkabau. Sebab yang tanah Ulayat itu adalah harta Tuo atau Pusako Tinggi bagi semua orang yang berhak atas tanah Ulayat itu.
Sedangkan tanah Ulayat Kaum saja statusnya sudah Pusako Tinggi. Begitu juga atas tanah Ulayat 3 lainnya, juga didalam adat ditetapkan sebagai pusako Tinggi bagi orang yang berhak. Pusako Tinggi itu menurut hukum adat Minangkabau tidak boleh dipindah tangankan.
Oleh sebab itu, arsitektur hukum adat Minangkabau dengan tegas menyatakan, Pusako Tinggi "Jua indak dimakan bali/beli, gadai indak dimakan sando. Artinya, tanah itu tidak boleh dipindahtangan atau dijadikan milik seseorang atau menjadi milik sekelompok orang.
Menurut pemerhati hukum adat Minangkabau itu, jika menyebut pemilik atas tanah Ulayat, baik itu Ulayat Kaum, Ulayat Suku, Ulayat Nagari maupun Ulayat Rajo itu adalah merupakan yang sangat Riskan. Apalagi yang tanah Ulayat itu ditetapkan dalam hukum adat Minangkabau, sebagai tanah cadangan bagi orang-orang yang berhak atas tanah Ulayat tersebut. Karena itu terhadap tanah Ulayat yang ada hanya Hak menguasai, Hak menerima hasilnya dan memelihara dan Hak mewariskan kepada generasi pelanjutnya dan tidak ada hak untuk memilikinya.
Tanah Ulayat itu dinyatakan dan ditetapkan sebagai tanah yang tidak boleh dipindahtangan oleh arsitektur hukum adat Minangkabau. Karena tanah Ulayat itu lah yang dapat disediakan bagi generasi pelanjut hukum adat Minangkabau. Dasarnya dasarnya, karena Allah SWT, hanya satu kali saja membuat tanah untuk manusia.
Kata putra Ampalu Gurun itu, yang membutuhkan tanah itu bertambah jumlahnya tiap tahun. Sebaiknya hal ini menjadi sala satu pedoman untuk berbuat dan bertingkah laku. Sebab apapun yang dilakukan dewasa ini akan menjadi amal baik atau akan tercatat suatu perbuatan buruk.
Menurut koordinator pusat kajian lnformasi strategis (Pakis) itu, yang Hak menguasai itu sifatnya sementara. Dalam arti, yang menguasai tanah Ulayat itu tidak bisa memindah tangankan tanah itu. Sebab bukan sebagai pemilik, yang mengantongi bukti kepemilikan punya hak mutlak untuk memperjual belikan yang dimilikinya.
"Sehubungan dengan itu, jika tanah Ulayat sudah ada pemiliknya yang diawali dengan pendaftaran. Atas pendaftaran itu diterbitkan Sertifikatnya, yang di dalam sertifikat itu tercantum pemiliknya. Bahwa itu lah anak jenjang atau anak tangga agar anak cucuk orang Minangkabau yang lahir setelah sertifikat itu terbit, tidak punya Hak lagi atas tanah Ulayat yang diwariskan leluhur nya," jelas dosen hukum adat itu. (**/F12)