![]() |
Etrick Gustaf Wenas |
Padang Panjang, fajarsumbar.com – Malam itu, Selasa (6/5), langit Padang Panjang, Sumatera Barat (Sumbar) murung. Kabut turun perlahan menyelimuti Bukit Surungan, seakan tahu akan kabar duka yang sebentar lagi menyelimuti banyak hati.
Di jalanan berliku itu, bus ALS yang membawa puluhan penumpang melaju, menembus gelap, membawa harapan dan rindu ke berbagai arah. Namun takdir berkata lain—satu tikungan merenggut 12 nyawa, termasuk seorang pemuda bernama Etrick Gustaf Wenas (26), Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kejaksaan RI angkatan 2025.
Etrick, pemuda asal Kecamatan Pasar Minggu, DKI Jakarta, tengah dalam perjalanan kembali ke ibu kota dari Medan. Tujuannya mulia: mengurus kelengkapan administrasi sebagai CPNS di lembaga penegakan hukum yang sejak masa kuliah menjadi mimpinya—Kejaksaan Republik Indonesia. Ia nyaris sampai. Tapi maut menjemputnya lebih cepat.
Kepala Kejaksaan Negeri Padang Panjang, Jerniaty, mengaku baru mendapatkan kabar duka itu pada Jumat (9/5).
Kepergian Etrick mengiris hati seluruh insan Adhyaksa, terutama rekan-rekan seangkatannya yang baru memulai langkah di dunia pengabdian.
"Menurut sahabat korban, almarhum Etrick adalah pribadi periang, baik hati, dan sangat berdedikasi. Ia punya cita-cita kuat menjadi jaksa sejak duduk di bangku kuliah. Kejaksaan bukan sekadar profesi baginya, tapi jalan hidup," ujar Jerniaty dengan mata berkaca-kaca.
Jenazah Etrick disemayamkan di Palereman Suci, Karang Duwet, Kota Salatiga, Jawa Tengah—rumah peristirahatan terakhirnya, jauh dari hiruk-pikuk ibu kota, tapi dekat dengan keabadian.
Pada malam kejadian, jasadnya sempat dibawa ke RS Bhayangkara Padang untuk proses identifikasi dan perawatan jenazah.
Bagi keluarga besar Kejaksaan Negeri Padang Panjang, kepergian Etrick adalah kehilangan yang dalam. Ia belum sempat mengenakan seragam kejaksaan, belum sempat melangkah di ruang sidang, namun semangat dan mimpinya telah mencerminkan jiwa seorang penegak hukum sejati.
Duka ini tak hanya milik institusi, tapi milik bangsa. Di tengah upaya negeri mencari anak-anak muda terbaik untuk menjadi penjaga keadilan, satu tunas telah gugur sebelum sempat mekar sempurna.
Namun cita-citanya, dedikasinya, akan tetap hidup, menjadi pengingat bagi mereka yang masih berjalan di jalan pengabdian.
Selamat jalan, Etrick. Mimpimu tak sia-sia. Namamu kini abadi dalam ingatan mereka yang mengenalmu—dan dalam catatan sejarah kecil Kejaksaan Republik Indonesia.(Syam)