![]() |
. |
Padang, fajarsumbar.com – Upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mengintegrasikan budaya lokal ke dalam sistem pendidikan formal mendapat dorongan kuat dari kalangan akademisi. Program ekstrakurikuler wajib silek tradisi Minangkabau untuk tingkat SMA/SMK yang digagas oleh Wakil Gubernur Sumbar, Vasko Ruseimy, kini mendapatkan dukungan penuh dari Universitas Negeri Padang (UNP), sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terdepan di Sumatera Barat.
Bukan sekadar mendukung secara lisan, UNP telah mengambil langkah nyata dengan menjadikan program silek sebagai bagian dari kajian ilmiah lintas disiplin. Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNP bahkan telah menggelar riset lapangan di berbagai daerah di Sumbar guna memetakan kesiapan, tantangan, serta peluang dari program ini ketika diterapkan di tingkat satuan pendidikan menengah atas.
Langkah konkret ini mendapat apresiasi langsung dari Wakil Gubernur Vasko Ruseimy. Dalam kunjungannya ke Kampus UNP, Vasko menghadiri kegiatan Kuliah Umum Pendidikan Berbasis Lokal dan Diseminasi Produk Project Based Learning (PjBL) Silek dan Sakola yang digelar di Ruang Sidang Senat UNP, Selasa (27/5/2025). Dalam forum akademik tersebut, ia mendengarkan pemaparan langsung hasil riset dari mahasiswa dan dosen yang terlibat dalam pengembangan konsep pembelajaran berbasis silek.
Dalam sambutannya, Vasko menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan pemerintah dengan peran aktif perguruan tinggi dalam mewujudkan pendidikan yang kontekstual dan berpijak pada budaya lokal. “Kita tidak bisa membiarkan budaya kita hilang pelan-pelan di tengah arus modernisasi. Silek bukan hanya seni bela diri, tetapi warisan nilai, disiplin, dan karakter. Kalau ini kita tanamkan sejak sekolah, maka kita sedang membentuk generasi yang tidak kehilangan akar,” ungkapnya.
Dukungan UNP tidak bersifat seremonial. Hal ini ditegaskan oleh Dosen Antropologi UNP, Reno Fernandes, yang menyebut keterlibatan kampus melibatkan pendekatan ilmiah, data lapangan, serta kolaborasi lintas disiplin ilmu. Menurutnya, silek adalah jendela budaya Minangkabau yang kompleks dan relevan untuk dikaji secara akademik.
“Ini bukan seremoni belaka. Ini bukti bahwa dunia kampus bisa dan harus hadir dalam membangun kebijakan publik yang kuat. Data dan analisis dari kami akan membantu pemerintah dalam menyusun model pelaksanaan program yang bisa direplikasi dan disesuaikan dengan karakter daerah masing-masing,” ujar Reno.
Program ini sendiri, menurut catatan pemerintah provinsi, telah mulai dijalankan secara bertahap di lebih dari 150 SMA/SMK di seluruh Sumbar. Dalam prosesnya, bukan hanya pelajar yang terlibat, tetapi juga komunitas lokal dan perguruan silat tradisional yang selama ini menjadi penjaga budaya silek di nagari-nagari.
Wakil Rektor IV UNP, Deski Beri, turut menyampaikan pandangannya. Ia menyebut bahwa ini adalah momentum penting bagi perguruan tinggi untuk keluar dari “menara gading” dan hadir langsung ke tengah masyarakat. “Kampus tidak boleh hanya sibuk di laboratorium atau ruang kuliah. Program seperti silek ini adalah jembatan untuk menunjukkan bahwa ilmu yang kita kembangkan bisa memberi dampak nyata pada masyarakat,” tegas Deski.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial UNP, Afriva Khaidir, menambahkan bahwa pendekatan yang mereka gunakan dalam mendukung program ini adalah Project Based Learning (PjBL). Melalui metode ini, mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi dituntut untuk memahami realitas sosial dan budaya masyarakat secara langsung.
“Silek adalah ekspresi budaya yang mengandung banyak nilai: kekuatan fisik, disiplin, solidaritas sosial, bahkan spiritualitas. Ini menjadikannya objek kajian yang sangat kaya dan strategis dalam pendidikan karakter. Maka, PjBL menjadi metode yang tepat untuk menanamkan pemahaman menyeluruh kepada siswa dan mahasiswa,” papar Afriva.
Dalam pelaksanaannya, UNP juga akan mendorong lahirnya modul-modul ajar dan panduan pelatihan berbasis hasil penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah. Modul ini akan mencakup aspek sejarah silek, teknik dasar, filosofi Minangkabau, hingga nilai-nilai etika dan moral yang terkandung di dalamnya.
Program silek wajib di sekolah bukan sekadar pelestarian budaya, tetapi juga bagian dari transformasi pendidikan di Sumatera Barat. Dengan menggandeng perguruan tinggi, pemerintah berharap program ini bisa berjalan tidak hanya sebagai kegiatan ekstrakurikuler, tetapi juga menjadi gerakan pendidikan karakter berbasis budaya yang menyatu dalam sistem pembelajaran.
Kolaborasi antara Pemprov Sumbar dan UNP ini menjadi contoh konkret bagaimana pendidikan tinggi bisa memainkan peran sentral dalam pembangunan daerah, khususnya dalam merawat identitas budaya dan membentuk generasi muda yang tangguh, cerdas, dan berakar kuat pada nilai-nilai lokal.(*)