Mengembalikan Marwah Pengawas ; Gebrakan Berani Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk Pendidikan Bermutu -->

Iklan Atas

Mengembalikan Marwah Pengawas ; Gebrakan Berani Mendikdasmen Abdul Mu’ti untuk Pendidikan Bermutu

Kamis, 03 Juli 2025
Dr.H.Asfar Amir Tanjung, MM

Langkah-langkah konkret terus ditempuh oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, dalam membenahi wajah pendidikan nasional. Tak sekadar wacana, kebijakan demi kebijakan dikeluarkan demi merespons keresahan guru, kepala sekolah, hingga pengawas pendidikan yang selama ini bergulat dengan beban administratif dan aturan kaku.


Salah satu terobosan signifikan adalah penyederhanaan administrasi guru dan pelonggaran syarat jam wajib mengajar 24 jam tatap muka. Kini, kekurangan jam tersebut dapat digantikan dengan aktivitas pembinaan siswa, pengembangan profesional, hingga kontribusi dalam komunitas pendidikan. Inilah bentuk empati pemerintah terhadap realitas yang dihadapi para pendidik di lapangan.


Namun, yang tak kalah menarik dan menuai apresiasi luas adalah keputusan Abdul Mu’ti untuk mengembalikan jabatan “pengawas” pendidikan yang sempat diubah menjadi “pendamping satuan pendidikan”. Perubahan nomenklatur ini sebelumnya sempat menimbulkan polemik, karena dinilai melemahkan fungsi strategis pengawas dalam menjaga mutu pendidikan.


Pengawas sejatinya bukan hanya pemantau, tetapi juga pembina, penilai, hingga konsultan bagi guru dan kepala sekolah. Dengan tugas memantau perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran, peran pengawas sangat krusial dalam memastikan pendidikan berjalan sesuai standar kurikulum. Maka, penggantian nama menjadi “pendamping” terasa tidak hanya melemahkan otoritas, tetapi juga mengaburkan fungsi pengawasan itu sendiri.


Menteri Abdul Mu’ti memahami keresahan tersebut. Dalam peluncuran Program Kepemimpinan Sekolah di Jakarta akhir Juni lalu, ia secara tegas menyatakan bahwa nomenklatur “pengawas” akan dikembalikan secara resmi dalam aturan baru Kemendikdasmen. Keputusan ini bukan sekadar simbolik, melainkan sebuah langkah strategis yang mempertegas arah peningkatan kualitas pendidikan nasional.


Sebagian mungkin bertanya, “Apalah arti sebuah nama?” Tapi dalam konteks jabatan fungsional, nama mencerminkan mandat, tanggung jawab, dan persepsi. Sebutan “pengawas” memberi wibawa dan tanggung jawab yang jelas, berbeda dengan istilah “pendamping” yang terdengar lebih lunak dan kurang memiliki kekuatan eksekusi. Nama bukan sekadar label, ia mencerminkan fungsi dan arah kerja.


Dengan dikembalikannya jabatan pengawas, peran mereka dalam pengangkatan kepala sekolah pun kembali kuat. Rekomendasi dari pengawas menjadi valid dan bermakna, karena mereka mengenal langsung rekam jejak guru-guru yang potensial menjadi pemimpin sekolah. Tanpa itu, proses seleksi menjadi lemah dan berisiko kehilangan integritas.


Abdul Mu’ti menunjukkan ketegasan sekaligus kepekaan terhadap dinamika di lapangan. Ia tidak sekadar duduk di balik meja, tetapi menyerap aspirasi dan bertindak cepat. Ini tipe pemimpin yang dibutuhkan dunia pendidikan. Yakni responsif, visioner, dan berani mengambil keputusan tak populer demi kemajuan.


Kita semua tentu berharap, langkah-langkah progresif ini tidak berhenti sampai di sini. Untuk benar-benar meningkatkan mutu pendidikan, tiga hal harus dikawal secara konsisten adalah pertama, akreditasi sekolah yang dijalankan secara objektif dan dipahami seluruh warga sekolah; kedua, peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru; dan ketiga, pembinaan karakter siswa, termasuk dalam aspek kedisiplinan dan spiritualitas.


Semua itu butuh sistem pengawasan yang kuat. Di sinilah pentingnya keberadaan pengawas yang tidak sekadar hadir, tetapi dihormati fungsinya. Tanpa pengawasan, akan sulit menilai apakah program berjalan, apakah target tercapai, dan apakah mutu benar-benar meningkat.


Maka, patut diapresiasi kebijakan Menteri Abdul Mu’ti yang mengembalikan marwah jabatan pengawas ke tempat semula. Ini bukan sekadar perubahan nama, tetapi langkah strategis untuk mengembalikan arah pendidikan ke rel kualitas dan akuntabilitas. Semoga kebijakan ini menjadi batu loncatan menuju pendidikan Indonesia yang lebih bermutu, profesional, dan berkarakter. (Penulis; DR.H.Asfar Amir Tanjung, MM, pemerhati pendidikan dan wartawan