Berebut Kursi Kepala Disdikbud Padang Pariaman Antara Gelar Gagasan dan Gairah Perubahan -->

Iklan Atas

Berebut Kursi Kepala Disdikbud Padang Pariaman Antara Gelar Gagasan dan Gairah Perubahan

Rabu, 15 Oktober 2025
Kantor Bupati Padang Pariaman di Parik Malintang (foto.saco) 
 

Padang Pariaman - Jabatan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Padang Pariaman masuk dalam daftar lelang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama kali ini, maka publik mulai berspekulasi. Bukan sekadar siapa yang akan duduk di kursi itu, melainkan siapa yang benar-benar pantas.


Kenapa ?, sebab jabatan ini bukan sekadar posisi birokratis, warna-warni politis kepentingan pun juga ikut terseret. Padahal, ia adalah jantung dari denyut pendidikan di Padang Pariaman. Tempat segala cita dan strategi tentang masa depan generasi muda diuji.


Namun kini, isu yang berkembang justru tak lepas dari urusan gelar. Apakah Kepala Disdikbud nanti harus seorang guru, sarjana pendidikan, ataukah justru seorang manajer dengan latar sarjana non-pendidikan yang punya visi industrial dan digital. 


Realitasnya, komposisi di tubuh Disdikbud Padang Pariaman saat ini cukup “berbobot akademik.” Sekretaris Dinas (Sekdisdikbud) saja telah berlatar guru bergelar Magister (S2). Dua Kepala Bidang-nya bahkan telah menyandang gelar Doktor (S3). Lagi, Bupati Padang Pariaman sendiri pun bergelar Doktor.


Kondisi ini memunculkan pertanyaan tajam di ruang publik. Apakah gelar akademik yang tinggi menjadi tolok ukur tunggal untuk mengangkat mutu pendidikan daerah. Ataukah justru diperlukan sosok yang mampu berpikir strategis. Menembus sekat administratif, dan memimpin dengan cara yang lebih inklusif. Meskipun tanpa gelar S3 di belakang nama. 


Dalam sistem birokrasi, gelar memang penting. Ia menunjukkan kapasitas intelektual dan dedikasi terhadap ilmu. Tapi pendidikan bukan sekadar urusan gelar. Pendidikan adalah arena kemanusiaan. Ruang dimana empati, pemahaman sosial, dan kepemimpinan moral seringkali jauh lebih menentukan daripada sekadar deretan titel akademik.


Padang Pariaman punya tantangan yang unik. Yakni banyak sekolah di pelosok Nagari pedalaman sana masih kekurangan guru tetap. Sarana prasarana (Sanpras) belajar yang terbatas. Atok seng tabuak, plafon loteang bagaikan tighai bagarebeangan, hingga mutu pembelajaran yang belum merata. Dalam konteks seperti ini, Kepala Disdikbud bukan hanya dituntut untuk cerdas berpikir, tetapi juga berani bertindak.


Yang dibutuhkan bukan sekadar figur dengan gelar panjang, tapi sosok dengan kepekaan lapangan. Seseorang yang paham aroma ruang kelas di nagari terpencil, tapi juga mampu berbicara bahasa digital. Memahami transformasi pendidikan di era globalisasi. Juga mampu menghubungkannya dengan nilai-nilai kearifan lokal yang kuat selama ini.


Pendidikan bukan hanya soal apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana karakter manusia dibentuk. Jika Kepala Dinas berikutnya hanya dilihat dari gelarnya, maka proses seleksi ini akan kehilangan makna.


Namun jika seleksi ini benar-benar membuka ruang bagi ide, integritas, dan inovasi, maka Padang Pariaman akan berada di jalur yang tepat untuk menjemput masa depan pendidikan yang lebih hidup dan progresif.


Agaknya, barangkali sudah saatnya publik bertanya lebih kritis. Siapa yang berani keluar dari rutinitas lama. Siapa yang punya gagasan segar, yang tidak hanya sibuk dengan administrasi. Tapi juga berani mendobrak pola pikir pendidikan yang kaku. 


Sebab, pendidikan pada hari ini tidak bisa lagi dikelola dengan pola kemarin. Kepala Dinas bukan sekadar pejabat, ia adalah arsitek masa depan daerah. Sehebat apapun gelar yang disandang, tanpa gairah dan empati, jabatan hanya tinggal simbol. 


Sebaliknya, seseorang yang membawa energi perubahan, kejujuran, dan keberanian berpihak pada murid serta guru. Meski tanpa gelar doktor akan lebih bermakna bagi dunia pendidikan Padang Pariaman.


Kini, bola ada di tangan panitia seleksi (Pansel) dan Bupati sebagai Kepala Daerah. Akankah kursi itu ditempati oleh sosok yang bergelar tinggi, ataukah hanya simbolik, ataukah oleh mereka yang berpikir tinggi. Sejarah yang akan menjawab. Anak-anak Padang Pariaman yang akan merasakan hasilnya isuak.(Penulis: Saco-Wartawan fajarsumbar.com).