Padang, fajarsumbar.com — Kasus dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2024-2029, Rico Alviano, S.T. (Pihak Kedua), dengan empat warga Sawahlunto (Pihak Pertama), resmi diselesaikan melalui jalur damai. Akta Perdamaian ini ditandatangani di Kota Padang pada hari Selasa, 21 Oktober 2025, disaksikan langsung oleh tokoh adat, yaitu Niniak Mamak Kenagarian Kolok, Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto.
Pihak Pertama dalam kasus ini adalah Hendra Idris, Alfaiz Ramadhan, Marjafri, dan Anton Saputra. Perdamaian ini ditempuh demi menjaga silaturahim dan hubungan harmonis antara Rico Alviano sebagai Anggota DPR RI dengan masyarakat Sawahlunto.
Kronologi Konflik dan Pelaporan
Konflik ini bermula dari serangkaian tindakan yang diduga mencemarkan nama baik Rico Alviano.
1. Hendra Idris dilaporkan telah membuat laporan polisi ke Polda Sumatera Barat (LP/B/91/V/2025/SPKT/POLDA Sumatera Barat tanggal 16 Mei 2025), melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR-RI, dan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan laporan yang diklaim Pihak Kedua tidak terkonfirmasi kebenarannya.
2. Alfaiz Ramadhan (seorang jurnalis) disinyalir merilis berita yang belum terkonfirmasi kebenarannya di beberapa media online, termasuk Tingkap.co, Tirasonline.com, dan Zonamerdeka.com, yang mengakibatkan pencemaran nama baik. (Diketahui tulisan tersebut disimpulkan Dewan Pers tidak berimbang dan menghakimi).
3. Marjafri dan Anton Saputra masing-masing menyebarkan tautan berita dari surat kabar online yang belum terkonfirmasi, yang berujung pada dugaan pencemaran nama baik.
Atas dasar tindakan tersebut, Rico Alviano (Pihak Kedua) telah melaporkan Pihak Pertama ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri di Jakarta Selatan, dengan registrasi Laporan Polisi LP/B/224/V/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 9 Mei 2025 (laporan ini dibuat atas nama Rico Alviano terhadap Hendra Idris).
Mediasi Adat Menjadi Penengah
Proses penyelesaian sengketa ini difasilitasi oleh Niniak Mamak Nagari Kolok melalui pendekatan restorative justice, menunjukkan kuatnya peran adat dalam penyelesaian konflik.
Mediasi awal digelar pada 16 September 2025 di Kantor Sekretariat KAN Kolok. Meskipun tidak hadir secara langsung, Rico Alviano menyerahkan penuh penyelesaian kepada para Niniak Mamak, yang diwakili oleh Mamak Kandungnya, Dahler Dt Pangulu Sati. Pihak wartawan didampingi oleh penasihat hukum mereka, Suharizal.
Dalam pertemuan itu, keempat wartawan (Hendra Idris, Marjafri, Anton Saputra, dan Alfaiz Ramadhan yang diwakilkan) menyampaikan permohonan maaf terbuka. Hendra Idris, mewakili rekan-rekannya, mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Dahler Dt Pangulu Sati, Niniak Mamak Nagari Kolok sekaligus Ketua LKAAM Sawahlunto, menyatakan menerima permohonan maaf tersebut dengan syarat, menegaskan bahwa "Malu Rico Alviano adalah malu kami selaku Niniak Mamak". Beliau memberikan peringatan keras bahwa proses hukum akan dilanjutkan jika kesalahan ini terulang kembali.
Kesepakatan Final dan Komitmen Para Pihak
Pada mediasi lanjutan 21 Oktober 2025, Pihak Pertama menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan menandatangani surat pernyataan terpisah yang memuat komitmen spesifik:
1. Hendra Idris berjanji untuk tidak melakukan tindakan pencemaran nama baik dalam segala bentuk.
2. Alfaiz Ramadhan berjanji untuk menulis dan merilis berita pemulihan nama baik Rico Alviano, S.T. di seluruh media tempat yang bersangkutan sebelumnya merilis berita yang bermasalah.
3. Marjafri dan Anton Saputra berjanji untuk tidak menyebarluaskan kembali tautan berita yang belum terkonfirmasi, dan akan menyebarkan berita pemulihan nama baik yang dirilis Alfaiz Ramadhan ke akun media sosial tempat mereka menyebarkan berita sebelumnya.
Pihak Pertama juga menyatakan kesediaan untuk menjalani hukuman tanpa proses penyelidikan kembali apabila melanggar perjanjian damai ini.
Sebagai tindak lanjut, Rico Alviano, S.T. (Pihak Kedua) akan menandatangani Surat Pencabutan Laporan Polisi Nomor LP/B/224/V/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Dengan ditekennya Akta Perdamaian ini, kedua belah pihak sepakat untuk saling melepaskan dan membebaskan pihak lainnya dari tuntutan atau gugatan, baik secara pidana, perdata, maupun upaya administrasi lainnya, sepanjang semua pihak memenuhi komitmen yang telah disepakati. (ton)
Komentar