Jakarta – Penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pendidikan pesantren pada tahun 2025 telah mencapai Rp196,86 miliar, atau setara dengan 50,43 persen dari total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp390,36 miliar hingga akhir triwulan kedua.
“Capaian ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Agama, lembaga-lembaga pesantren, serta para pemangku kepentingan di berbagai daerah,” ujar Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Mengacu pada data Direktorat Pesantren Kementerian Agama RI, dana BOS pesantren ditujukan bagi tiga kategori lembaga pendidikan: Satuan Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Satuan Pendidikan Muadalah (SPM), serta Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang mencakup jenjang Ula, Wustha, dan Ulya.
Dari ketiga jenjang tersebut, jenjang Ulya mencatat serapan anggaran tertinggi dengan realisasi sebesar Rp94,29 miliar atau 58,17 persen dari total pagu Rp162,11 miliar. Selanjutnya, jenjang Wustha telah menyerap dana sebesar Rp89,75 miliar atau 45,45 persen dari pagu Rp197,49 miliar. Sementara itu, jenjang Ula merealisasikan anggaran sebesar Rp12,81 miliar dari total pagu Rp30,75 miliar, atau sebesar 41,66 persen.
Penyaluran dana BOS dilakukan dalam dua tahap. Pada triwulan pertama, dana sebesar Rp94,77 miliar telah disalurkan dan menjangkau 289.931 santri dari 2.350 lembaga pesantren. Pada triwulan kedua, jumlah tersebut meningkat menjadi Rp102,09 miliar, dengan cakupan 301.147 santri dari 2.507 lembaga.
Secara kumulatif, hingga pertengahan tahun ini, program BOS pesantren telah memberikan manfaat kepada lebih dari 590 ribu santri dan lebih dari 2.500 lembaga pendidikan pesantren di seluruh penjuru Indonesia.
Basnang menambahkan bahwa Kementerian Agama akan terus memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran dana BOS, di antaranya melalui sistem digitalisasi data serta monitoring secara rutin di lapangan.
“Program BOS Pesantren merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam memperluas akses dan meningkatkan mutu pendidikan berbasis keagamaan yang inklusif dan berkelanjutan,” tegasnya.(des*)