Mandi Balacuik pada Upacara Pernikahan -->

Iklan Atas

Mandi Balacuik pada Upacara Pernikahan

Rabu, 08 Juni 2022
.


 Oleh: Tiara Eliza

(Mahasiswi Jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Fak. Ilmu Budaya Unand)


Pernikahan merupakan suatu kebutuhan yang bersifat naluriah bagi setiap makhluk yang hidup. Dalam pernikahan tentu ada adat atau tradisi yang harus dijalankan, adat ini menjadi hal yang tidak bisa lepas dalam kehidupan masyarakat. 


Sebelum pernikahan adat yang harus dilakukan oleh para pengantin adalah beberapa ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan perkawinan, tetapi tidak termasuk ke dalam upacara perkawinan. Adat ini dilakukan sebelum akad nikah akan dilakukan keesokan harinya, lebih tepatnya pada malam bainai. Adat yang dilakukan bernama mandi balacuik, mandi balacuik biasa disebut oleh masyarakat dikabupaten padang pariaman.


Mandi balacuik adalah tradisi yang dilakukan masyarakat Nagari Katapiang Kabupaten Padang Pariaman. Tradisi atau adat ini dilakukan setiap upacara pernikahan atau baralek. 


Tradisi ini juga sudah ada sejak nenek moyang mereka dahulu, akan tetapi tradisi ini perlahan mulai ditinggalkan oleh generasi ke generasi dan mulai menghilang. Proses mandi balacuik ini menjadi hal wajib dilakukan oleh setiap pengantin yang akan memasuki dunia rumah tangga. Terutama bagi pengantin yang berstatus bujang tulen atau masih perawan.


Sebelum prosesi mandi balacuik dilakukan, maka terlebih dahulu akan disiapkan perlengkapan yang digunakan pada saat prosesi tersebut. Perlengkapan yang dipakai seperti pelacuik yaitu alat yang akan digunakan untuk melacut marapulai. 


Alat ini terbuat dari daun kelapa, kemudian ditambah dengan arek pinang yang digunakan untuk menghias carano. Ada juga daun pacar yang akan digunakan untuk inai para pengantin, daun pacar akan digiling secara halus dan ditambahkan juga air asam serta kapur serih sedikit maka jadilah inai yang akan dipakai oleh pengantin setelah mandi balacuik.

 

Alat-alat yang akan dipakai dalam proses mandi balacuik ada beberapa nama diantaranya yaitu karambia satandan atau kelapa setandan, keris-keris, ula lidi atau ular lidi,dan buah biluluak semua ini terbuat dari pelapah daun karambia. Ada juga namanya lingka kasai untuk diletakkan di atas carano ruang tinggi atau talam dan diisi pula dengan beberapa perlengkapan.


Seperti lima buah gelas yang berisikan minuman dengan rasa berbeda-beda. Diatas carano tersebut ada juga diletakan seperti sirih, air santan, pisang, air asam, dan semua perlengkapan ini akan diletakkan diatas carano ruang tinggi tersebut sebelum mulai dilacuik. Jika semua perlengkapan telah selesai semua, maka pada malam harinya, pada saat utusan dari pihak keluarga mempelai perempuan datang untuk menjeput marapulai, maka akan dilaksanakannya mandi balacuik.


Awal dari prosesi mandi balacuik akan di awali dengan naiknya urang mudo ke dalam rumah, kemudian akan dilanjutkan dengan pasambahan dari kapalo muda di daerah tersebut. Setelah pasambahan telah selesai dilaksanakan maka akan dilatjutkan dengan makanan bersama. 


Setelah itu akan dimulai proses dari mandi balucuik, pertama dimasukkan bunga tujuh macam kedalam bak atau tenong yang berikan air. Lalu bakar juga kemenyan diatas serabut kelapa, setelah semuanya telah ada maka pengantin akan duduk didekat tenong tadi.


Para sesepuh akan menyirami marapulai dengan air yang tadi, setelahnya akan dilacuik menggunakan perlengkapan yang tadi disediakan. Malacuik akan di mulai dari kaki sampai kebahu marapulai, hal ini bermakna bahwa marapulai harus tahan dengan cobaan dan pedihnya dalam kehidupan rumah tangga. 


Setiap masalah dan cobaan yang ada dalam kehidupan berkeluarga haruslah dihadapi dengan arif dan bijaksana serta tidak gegabah dalam mengambil suatu keputusan. Baguang atau gong akan dipukul saat proses mandi balacuik dilakukan, hal ini untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa marapulai telah beranjak dewasa.

 

Proses selanjutnya adalah menyuapi marapulai dengan air selapan. Air ini merupakan air yang terbuat dari berbagai bahan makanan yang memiliki rasa berbeda-beda, seperti asin, pahit, manis, dan asam. 


Hal ini bermakna bahwa seseorang setelah memasuki masa dewasa harus arif dan bijaksana dalam berbicara, karena dari mulut bisa semua bentuk perkataan mulai dari yang baik hingga yang buruk, yang menyenangkan dan menyakiti perasaan orang lain maka cara berbicara harus diperbaiki mempertimbangkan setiap kata-kata yang akan diucapkan. Serta tau kato nan ampek atau mengeri tata cara berbicara terhadap orang yang lebih tua, orang yang dihormati/disegani, orang yang seumuran, dan orang yang lebih kecil.

 

Cara berbicara tersebut disimbolkan dengan makanan dan minuman yang memiliki berbagai rasa, sehingga diharapkan dang marapulai menjadi orang yang arif dan bijaksana dalam berbicara. Kegiatan selanjutnya adalah pemotongan rambut sang marapulai yaitu proses memotong beberapa helai rambut sang marapulai. 


Pertama-tama kelapa yang dicongkel oleh kapalo mudo, kelapa ini disimbolkan bahwa sang marapulai adalah seorang perjaka kemudian dipotong sikumpai, sitawa, sidingin adalah simbol untuk kelanggengan atau ketenteraman keluarga. 


Rambut yang dipotong sebagai tanda bahwa ia telah meninggalkan masa bujang atau lajangnya untuk menuju masa dewasa dan berkeluarga. Inai yang telah disediakan sebelumnya dipasangkan pada seluruh jari tangan dan kaki sang marapulai. Setelah proses pemakaian inai maka prosesi mandi balacuik telah selesai. 


Seiring berkembangnya zaman, perlahan-lahan tradisi ini mulai menghilang dan ditinggalkan oleh generasinya. Namun masih ada masyarakat masih tetap mempertahankan tradisi ini walau telah ada juga yang melupakan tradisi ini. 


Tradisi ini diberbagai daerah di Kabupaten Padang Pariaman masih tetap dilestarikan dan di turunkan generasi-generasi berikutnya oleh masyarakat. Hal ini bertujuan supaya tradisi ini akan tetap ada dan tidak punah oleh zaman. (***)