Urgensi "Meng-Emis" di Pondok Pesantren -->

Iklan Atas

Urgensi "Meng-Emis" di Pondok Pesantren

Kamis, 22 September 2022
Oleh : H.Suhendrizal, MA
Kasi Pekapontren Kemenag Pd.Pariam


Persoalan “mengemis” di Pondok Pesantren (Ponpes), yang terbayang dipikiran kita adalah “seorang anak lelaki yang memakai kopiah, berbaju gunting cina, dan berkain sarung” yang setiap hari Kamis atau Jum'at berjalan dari rumah ke rumah dalam suatu kampung dengan menyandang karung kain atau “buntia” dengan berharap sedekah dari penduduk kampung.


Orang-orang kampung memanggil mereka dengan sebutan “pakiah” yang memang mereka adalah calon “faqih” dari sebuah surau atau Ponpes. Makanya budaya atau kebiasaan tersebut, mereka sebut dengan “mamakiah”.


“Padiah” sesungguhnya telinga mendengarkan istilah tersebut, karena yang sebenarnya istilah tersebut sangat tidak sesuai dengan kenyataannya, yaitu dengan menyamakan “meng-emis” dengan “mamakiah”.


Pada awalnya kegiatan seperti itu sangatlah mulia, karena memang kegiatan “mamakiah” - menggunakan istilah orang kampuang- memiliki nilai edukatif terhadap seorang santri dengan memiliki tujuan yang sangat mulia. Yaitu belajar untuk mengendalikan ego, emosi, dan melatih kesabaran santri suatu Ponpes atau Surau sebagai calon tuanku, bukan “mengemis” meminta sedekah untuk kepenting perut. 


Sebab persoalan “perut” - konsumsi dan akomodasi - para santri dan dan tuanku di surau atau pondok tempo dulu, sudah menjadi tanggungan masyarakat.Tidak jarang kita mendengar, masyarakat Kayu Tanam mengantarkan makanan, buah-buahan, minyak goreng, kelapa, beras, ikan, dll, ke surau Ungku Syafi’i (INS) menggunakan pedati.


Begitu juga masyarakat Ulakan, ke Surau Tanjung Medan yang dipenuhi para santri Ranah Minang. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, semua telah berubah.


Kegiatan “mamakiah” - menggunakan istilah orang kampuang - tidak lagi memiliki nilai edukatif. Tetapi, sudah menjadi suatu usaha memenuhi kebutuhan santri selama belajar di Pondok Pesantren atau Surau.


Apakah persoalan ini disebabkan, karena kepedulian masyarakat semakin berkurang pada pendidikan surau, atau kebutuhan para santri di surau, atau pondok semakin meningkat, atau memang kebanyakan santrinya berada dibawah garis kemiskinan ? Wallahu a’lam.


Biarlah hal tersebut menjadi kajian orang hebat-hebat saja, kajian kita hanya terunjuk untuk orang yang patuh-patuh saja.


“Mengemis” yang kita maksud disini adalah melakukan update data Ponpes melalui aplikasi EMIS yang dibuat oleh Kementerian Agama. Education Management Information System (EMIS), yang digunakan sebagai pendukung pengambilan keputusan dalam lembaga pendidikan. Sistem ini akan mengatur dan mengelola data sesuai dengan kebutuhan lembaga pendidikan.


Pendataan EMIS.Ponpes menjadi suatu kemestian, karena pendataan Emis ini merupakan suatu metode manajemen formal dalam penyediaan informasi pendidikan Ponpos yang akurat dan tepat waktu. Sehingga proses pengambilan keputusan, perencanaan, pengembangan proyek dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya dapat dilaksanakan secara efektif. 


Update Data Emis ini dilakukan agar lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama menjadi lebih mudah dalam melaporkan perkembangan lembaganya. Karena, data yang uptodate mutlak harus dilakukan disetiap lembaga pendidikan.


Kegiatan pelaksanaan update Data Emis yang dilakukan oleh operator Ponpes, senantiasa mengupdate data dengan baik. Artinya, secara tidak langsung akan memperlancar segala program dan kegiatan yang ada di Ponpes. 


Bukankah, sekarang ini dalam penghitungan jumlah siswa dan lembaga. Temtu menjadi acuan untuk memperoleh dana bantuan yang usulkannya harus sesuai dengan data yang diupdate melalui EMIS. 


Dapat dibayangkan, jika ada Ponpes yang tertolak menerima bantuan yang diakibatkan pendataan pada EMIS yang tidak benar. Maka, dapat dipastikan Ponpes, akan kesulitan, juga akan mendapat kendala serius dalam menjalankan program nantinya. ***