Biaya Membengkak, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Kekurangan Dana -->

Iklan Atas

Biaya Membengkak, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Kekurangan Dana

Kamis, 10 November 2022



Kereta Cepat Jakarta-Bandung kekurangan dana akibat biaya pembangunan bengkak dari Rp17,64 triliun menjadi Rp21,74 triliun. KAI minta modal negara untuk itu.


Jakarta - Pembangunan proyek Kereta Cepat-Jakarta Bandung kekurangan dana. Hal itu disiratkan oleh Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Rabu (9/11) kemarin.


Ia menambahkan masalah itu terjadi karena pembengkakan biaya pembangunan proyek. Sebelumnya, pembengkakan biaya berdasarkan perhitungan dan review BPKP pada 9 Maret 2022, pembengkakan biaya pembangunan proyek hanya sebesar US$1,17 miliar atau Rp17,64 triliun,sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com.


Tapi dalam review BPKP terbaru yang dikeluarkan 15 September 2022, pembengkakan biaya itu naik US$273,03 juta menjadi US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS).


Supaya masalah itu bisa segera diatasi, pihaknya membutuhkan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 3,2 triliun. PMN ini ia harapkan bisa cair paling lambat akhir tahun ini agar penyelesaian proyek bisa sesuai dengan target.


"Artinya kalau PMN diberikan maksimal di Desember, maka kami bisa yakinkan tidak akan ada penambahan cost overrun lagi dan proyek bisa selesai pertengahan 2023," pungkasnya.


Ia mengatakan selain dari tambahan PMN, pembengkakan dana ini nanti akan dibayar patungan antara konsorsium BUMN Indonesia dan China sebesar 25 persen dan 75 persen penarikan pinjaman dari China Development Bank (CDB).


Adapun 25 persen dari dana pembengkakan ini tercatat sebesar Rp5,435 triliun.


Jumlah ini nantinya 60 persen (Rp3,261 triliun) dibayarkan oleh Indonesia dan 40 persen (Rp2,174 triliun) dari pemerintah China. Sementara, 75 persen (Rp16,3 triliun) akan dipenuhi dengan menarik pinjaman dari CDB.


"Dari Rp21,7 triliun ini, maka harapannya 25 persen dipenuhi oleh ekuitas, 60 persen dipenuhi dari porsi Indonesia dan China 40 persen," jelasnya.(*)