Gus Yahya Tegaskan Tak Ingin NU Terlibat Politik Praktis, Kembali ke Hasil Muktamar 1984 -->

Iklan Atas

Gus Yahya Tegaskan Tak Ingin NU Terlibat Politik Praktis, Kembali ke Hasil Muktamar 1984

Rabu, 28 Desember 2022

Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf menegaskan kembali tak ingin terlibat politik praktis menjelang pemilu 2024.




JAKARTA - Ketua Umum PBNUYahya Cholil Staquf menegaskan kembali tak ingin terlibat politik praktis menjelang pemilu 2024. Dia bertekad untuk melakukan transformasi konstruksi di tubuh organisasi NU.


Dia mengatakan konstruksi politik praktis dinilai masih sangat dominan di dalam organisasi NU. Sebab konstruksi tersebut terbentuk selama 32 tahun sejak 1952 hingga 1984. Saat itu NU masih menjadi partai politik hingga mengundurkan diri dari politik praktis pada 1984, sebagaimana dikutip iNews.id.


“Makanya sekarang ini kita mau kembali kepada prinsip hasil Muktamar tahun 1984. Kita nggak mau terlibat di dalam politik praktis,” kata Gus Yahya dikutip dalam laman resmi NU Online, Rabu (28/12/2022). 


Bahkan Gus Yahya menilai lembaga-lembaga, struktur, mekanisme-mekanisme, dan pola pikir orang-orang NU masih sangat dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan politik praktis hingga saat ini. Hal ini menjadi tantangan tersendiri yang harus diatasi Gus Yahya sebagai nakhoda NU.


"Maka kita harus mengatasi dulu tantangan untuk mengendalikan mindset (pola pikir) politik praktis yang masih ada sampai sekarang. Lebih dari itu, saya ingin mentransformasikan secara lebih sistematis ke arah satu pembentukan konstruksi yang merupakan satu sistem pemerintahan,” ujar dia.


Lebih lanjut, Gus Yahya mengatakan bahwa sistem pemerintahan NU dapat menjadi salah satu upaya untuk mengkonstruksi keorganisasian yang pas bagi NU. Sebab NU memiliki jumlah masyarakat terbesar di Indonesia. 


“Saya dapat data, katanya NU ini sudah 50,3 persen dari seluruh populasi Indonesia. Ada yang mengatakan, 59,2 persen dari populasi Muslim. Yang terakhir malah 60,2 persen dari seluruh populasi Muslim Indonesia mengaku sebagai warga NU. Ini luar biasa," kata dia.


Oleh karena itu, menurut Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, peran yang harus diambil oleh jajaran struktur organisasi mulai dari PBNU hingga ranting NU adalah peran pemerintahan. Dalam hal ini, NU tidak dapat mengatur atau mengendalikan warganya, sebagaimana pengurus organisasi kepada anggotanya.


“(Tetapi) yang paling pas posisi untuk organisasi (NU) adalah menyediakan layanan untuk mereka (warga NU),” katanya.(*)