KPK Dalami Aliran Uang Bupati Bangkalan ke KPUD untuk Survei Elektabilitas -->

Iklan Atas

KPK Dalami Aliran Uang Bupati Bangkalan ke KPUD untuk Survei Elektabilitas

Jumat, 13 Januari 2023

 

KPK memeriksa anggota KPU Bangkalan Sairil Munir untuk mendalami dugaan aliran uang Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron ke KPUD untuk survei elektabilitas.




Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota KPU Bangkalan Sairil Munir di Mapolda Jatim, Rabu (11/1/2023). Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemkab Bangkalan dengan tersangka Bupati Bangkalan nonaktif Abdul Latif Amin Imron. Terhadapnya, penyidik KPK mendalami dugaan adanya aliran uang dari Ra Latif ke pihak tertentu di KPU Bangkalan untuk survei elektabilitas.


"Didalami pengetahuannya antara lain lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang dari tersangka RALAI (Ra Latif) ke pihak tertentu di KPU Kabupaten Bangkalan untuk membuat survei elektabilitas bagi tersangka dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (13/1/2023). Dalam kasus ini, KPK menetapkan enam tersangka. Ra Latif berstatus tersangka penerima suap,sebagaimana dikutip iNews.id.


Sementara lima tersangka pemberi suap adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kabupaten Bangkalan Agus Eka Leandy, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Wildan Yulianto, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bangkalan Achmad Mustaqim, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bangkalan Hosin Jamili, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan Salman Hidayat. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Ra Latif, selaku Bupati Bangkalan periode 2018-2023, memiliki wewenang untuk memilih dan menentukan langsung kelulusan ASN Pemkab Bangkalan yang mengikuti proses seleksi maupun lelang jabatan.


Dalam kurun waktu 2019-2022, Pemkab Bangkalan, atas perintah tersangka Ra Latif, membuka formasi seleksi pada beberapa posisi di tingkat jabatan pimpinan tinggi (JPT), termasuk promosi jabatan untuk eselon III dan IV. 


Melalui orang kepercayaannya, tersangka Ra Latif kemudian meminta biaya komitmen fee berupa uang pada setiap ASN yang ingin dinyatakan terpilih dan lulus dalam seleksi jabatan tersebut. Sejumlah ASN pun mengajukan diri dan sepakat memberikan sejumlah uang.


Besaran biaya komitmen yang diberikan dan diterima tersangka Ra Latif melalui orang kepercayaannya bervariasi, sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan. KPK menduga besaran nilai biaya komitmen tersebut dipatok Rp50-150 juta, yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan Ra Latif. 


Selain itu, KPK juga menduga tersangka Ra Latif menerima sejumlah uang lain, karena turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan, dengan penentuan besaran biaya sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek.


Ra Latif diduga telah menerima uang lewat orang kepercayaannya senilai Rp5,3 miliar. KPK mengungkapkan uang yang diterima tersangka Ra Latif tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya, salah satunya untuk membayar survei elektabilitas. Selain itu, Ra Latif juga diduga menerima pemberian lainnya dalam bentuk gratifikasi. Hal itu akan ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.(*)