![]() |
Warga Belanda Maxfer Werda ketika berada di Dinas Pustaka dan Keasipan Kota Padang Panjang. |
Padang Panjang, fajarsumbar.com - Keingintahuan terhadap leluhur yang pernah pernah hidup dan meninggal di Kota Padang Panjang, membawa dua warga kebangsaan Belanda, Maxfer Werda dan Joras (ayah dan anak-red) melakukan penelusuran di kota berhawa sejuk ini.
Selama dua hari, Selasa (25/7) dan Rabu (26/7), mereka akhirnya menemukan makam sang nenek, rumah kelahiran ibu dari Maxfer Werda yang ternyata berlokasi di Radio FM Bahana, serta jejak sejarah lain moyang mereka.
Semua itu tidak terlepas dari bantuan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) yang memandunya. Penuturan Tenaga Penerjemah dari Dinas Pustaka dan Kearsipan (DPK), Fitria Diane Pratiwi Syukri, Senin (31/7).
DPK merupakan tempat awal yang mereka kunjungi untuk menggali informasi. Mereka juga memperlihatkan foto-foto daerah Bukit Surungan tempo dulu, lapangan pacu kuda Bancah Laweh, bangunan peninggalan Belanda yang sekarang menjadi SMA Negeri 1 dan lapangan tenis.
Fitri kemudian memandu keduanya sesuai keterangan yang disampaikan. Pertama ditelusuri adalah makam nenek dari Maxfer (63).
“Setelah kita cocokkan penjelasannya, makam tersebut ditemukan di belakang Musala Asyifa, Kelurahan Tanah Pak Lambik. Meninggal sekitar tahun 1930. Kita senang, warga setempat turut membantu informasi lokasinya ,” kata Fitri.
Joras yang merupakan profesor di Universitas Leiden ini, juga meminta staf DPK itu menelusuri kuburan Belanda di kelurahan itu, terletak di Belakang Tangsi Gudang Pupuk dekat SDIT Ma’arif sekarang. Selanjutnya Max dan Joras berkunjung ke SMAN 1 Padang Panjang di Kelurahan Guguk Malintang.
Berdasarkan cerita Max, kakeknya dulu menjadi kepala sekolah di situ sekitar 1922 hingga 1930. Kakeknya bernama Cornelius.
“Setelah istri kakeknya meninggal, mereka sekeluarga balik ke Belanda. Ibu Max saat itu baru berusia 3 bulan. Jadi lokasi Radio FM Bahana sekarang adalah tempat kelahiran ibunya. Mereka mendiami rumah itu sejak 1927.
"Kakek dan neneknya lahir di Padang Panjang pada tahun yang sama kira-kira 1887,” ujarnya.
Diceritakan Fitri, Max dan Joras sangat terkesan di Padang Panjang. Apalagi setelah berkunjung ke Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM). Satu kalimat yang terucap oleh Jovas di saat berpisah, orang Padang Panjang baik-baik dan ramah. “Senang sekali tempat ini pernah menjadi bagian dari keluarga kami,” ujar Fitri menirukan ucapan Joras.
Sementara itu, Kepala DPK Padang Panjang, Yan Kas Bari, S.E menyampaikan rasa senang dengan hasil penelusuran sejarah tersebut. Dia berharap foto-foto Kota Padang Panjang tempo dulu yang mereka miliki bisa direpro dan ditempatkan di galeri arsip DPK. (syam)