Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Peringatkan Ancaman Krisis Iklim terhadap Keuangan Negara -->

Iklan Atas

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Peringatkan Ancaman Krisis Iklim terhadap Keuangan Negara

Rabu, 26 Juli 2023

 

Sri Mulyani

Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mewanti-wanti mengenai ancaman ganas krisis iklim terhadap keuangan negara. Menurutnya, Indonesia dan dunia telah menghadapi tiga krisis keuangan yang signifikan.


Pertama, krisis moneter pada tahun 1997-1998 yang mengguncang Indonesia dan kawasan Asia Tenggara dan merupakan tonggak sejarah perekonomian tanah air.


Kedua, krisis keuangan global pada tahun 2008-2009 yang mempengaruhi banyak negara di seluruh dunia.


Ketiga, krisis keuangan akibat pandemi covid-19 yang dimulai pada tahun 2019 lalu dan berdampak global.


"Pertama, keuangan menjadi sumber krisis. Kedua, ada krisis di bidang kesehatan yang berkonsekuensi pada keuangan. Ini baru krisis pandemi, saya belum bicara krisis perubahan iklim yang semuanya nanti rembesannya ke keuangan," ujar Sri Mulyani di Gedung Dhanapala Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (25/7).


Menurutnya, para ahli keuangan memainkan peran penting dalam menentukan langkah-langkah kebijakan yang harus diambil. Ia juga menekankan bahwa sektor keuangan akan menjadi penentu penting dalam menghadapi krisis perubahan iklim.


Sri Mulyani memberikan peringatan bahwa perubahan iklim akan membawa risiko besar bagi sektor keuangan. Nilai aset dapat menurun atau meningkat karena dampak perubahan iklim.


"Risiko bisa 0 dan 1, bukan 0,5, 0,75, atau 0,9. Nol dan satu. Hari ini satu, besok bisa nol, hari ini nol, besok bisa satu, binary. Karena shock-nya adalah dari global warming," tambahnya.


Menteri Keuangan mengungkapkan bahwa dirinya terus berdiskusi dengan para menteri keuangan dari seluruh dunia, termasuk gubernur bank sentral dari G20 dan forum global, tentang ancaman krisis iklim. Berbagai upaya dipersiapkan untuk mengantisipasi dampak krisis iklim terhadap keuangan global.


Ada tiga contoh solusi yang dipertimbangkan. Pertama, upaya ekstrem dengan melarang penggunaan bahan bakar fosil. Kedua, mempertimbangkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Ketiga, memperhitungkan dampak kerusakan krisis iklim terhadap keanekaragaman hayati.


Sri Mulyani memberikan pesan kepada para profesional keuangan untuk menjadi orang yang unggul dan berpikiran maju dalam menjelaskan risiko alam sehingga pembuat kebijakan dapat menilai risiko dengan baik. Ia menekankan bahwa persiapan yang tepat harus dilakukan karena nilai aset dapat mengalami fluktuasi, kerusakan terjadi, dan kemungkinan adanya korban atau dampak lain akibat perubahan iklim.(dj)