Telusur Tradisi Sijoda di Balai Betung Kelurahan Ompang Tanah Sirah Payakumbuh -->

Iklan Atas

Telusur Tradisi Sijoda di Balai Betung Kelurahan Ompang Tanah Sirah Payakumbuh

Jumat, 21 Juli 2023
.


Payakumbuh, fajarsumbar.com - Sijoda (bahasa nagari Koto Nan Gadang) merupakan tradisi yang dilaksanakan setahun sekali di bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat pelaksanaan akikah. Arti kata Sijoda yang merupakan dialek asli nagari koto Nan Gadang tidak diketahui secara pasti. Masyarakat menduga Sijoda berarti jedah (jamuan). Jadi menjamu masyarakat diacara akikah anak sambil berbuka bersama yang dilaksanakan di masjid atau surau.


Sijoda awalnya merupakan inisiatif pemuka agama, tetua kampung dan wali jorong saat itu, Moechtar. Penuturan dari Tarmis Moechtar (anak dari alm Moechtar), bahwa ayahnya yang lahir tahun 1916 diangkat menjadi wali jorong Balai Betung pada usia 17 th.  Saat itu kehidupan masyarakat sangat sulit, jangankan untuk membeli kambing akikah anak, mencari uang untuk membeli beras saja sangat sulit. Karena itu jorong Moechtar berembug dengan warga. Inisiatif ini muncul karena melihat kondisi masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. 


Jadi sijoda adalah kegiatan sosial untuk membantu masyarakat menunaikan kewajiban orangtua mengakikah anak-anak mereka sesuai dengan syariat agama. Karena jika akikah dilaksanakan secara pribadi di rumah masing-masing akan membutuhkan biaya yang sangat banyak. Tapi dengan tradisi Sijoda pelaksanaan akikah  akan dibantu oleh masyarakat baik itu berupa dana dan tenaga. Sehingga diharapkan orang tua di kelurahan OTS tetap mampu menunaikan akikah untuk anak-anak mereka.


Tradisi Sijoda sudah tumbuh sejak lama ditengah-tengah masyarakat di kelurahan OTS. Tahun pelaksaan pertama kali tradisi Sijoda tidak diketahui masyarakat secara pasti, namun yang bisa dipastikan narasumber, Bapak Asmaldi (alm), semenjak tahun 1980 hingga sekarang sijoda tetap dilaksanakan di lingkungan kelurahan OTS. Bapak Asmaldi juga beberapa kali menjadi panitia pelaksanaan Sijoda. Semenjak tahun 1980an jumlah kambing untuk Sijoda adalah dua ekor. Berarti tradisi Sijoda telah ada jauh sebelum tahun 80an saat awal mula pelaksanaan sijoda masih dengan satu ekor kambing. 


Narasumber menduga para tetua pada masa itu membeli kambing yang pertama dengan cara iuran atau ada sumbangan. Namun dari Tarmis Moechtar (71 th), didapat informasi bahwa tetua dan pemuka kampung saat itu mungumpulkan upah yang mereka peroleh saat bekerja di sawah masyarakat. Upah yang dikumpulkan inilah kemudian yang dibelikan kambing pertama untuk pelaksanaan tradisi Sijoda. Seiring berjalannya waktu dan atas bantuan dari beberapa pihak, kambing untuk Sijoda sampai tahun 2022 berjumlah lima ekor. Kambing – kambing inilah yang digilir masyarakat untuk acara pelaksanaan Sijoda.


Demi kelancaran pelaksanaan tradisi Sijoda, akan dibentuk panitia pelaksana. Pemuda karang tarunapun aktif membantu menyukseskan pelaksanaan tradisi ini. Diminggu pertama bulan Ramadhan panitia mulai mengumumkan kepada masyarakat siapa yang akan memakai kambing untuk akikah tahun ini. Setelah terkumpul maka panitia akan melotting siapa yang terpilih untuk bisa melaksanakan Sijoda. Ini dilakukan agar tidak ada keluarga yang berkecil hati, karena Sijoda ini merupakan kegiatan keagamaan yang hendaknya dapat diterima dengan senang hati  dan disambut gembira oleh seluruh masyarakat. Sijoda pertama kali dilaksanakan di Surau Tua Nurul Iman atau biasa disebut masyarakat Surau Sipatai. Sampai sekarang sijoda tetap dilaksanakan di Surau Tua Nurul Iman atau Masjid Nurul Yakin yang dilaksanakan secara bergantian setiap tahun.


Selama ini pelaksanaan sijoda berjalan lancar tanpa adanya kendala ataupun perselisihan. Karena ini merupakan tradisi telah turun - temurun dan masyarakat bergembira bersama-sama bergotong royong mempersiapkan Sijoda. Sehari sebelum pelaksaan masyarakat akan berbagi tugas, mulai dari yang mencari kayu bakar, membeli bahan masakan, mempersiapkan peralatan makan, dan yang memasak aneka hidangan. Masyarakat juga dengan sukarela membawa buah-buahan atau kue untuk disantap saat berbuka bersama. Disamping itu, masyarakat akan mengumpulkan iuran tanpa ada arahan lagi dari panitia. Iuran per rumah tangga yaitu dua buah kelapa, satu liter beras dan baru-baru ini ditambah dengan uang sepuluh ribu. Untuk yang akan melaksanakan sijoda iuran kelapa 20 buah, sepuluh liter beras dan satu plastik Nangka untuk gulai. 


Namun iuran ini menyesuaikan peserta yang ikut Sijoda, jika sedikit yang memakai kambing tahun tersebut, bisa jadi jumlah iuran pemakai menjadi lebih banyak. Keluarga yang terpilih dari hasil lotting panitia untuk memakai kambing, akan diberi waktu satu tahun untuk menabung dan mengganti kembali kambing yang telah disembelih sebelum pelaksanaan sijoda ditahun yang akan datang sesuai dengan harga kambing saat mengganti. Keluarga yang telah terpilih tidak boleh ikut ditahun depan. Sistem pelaksanaan Sijoda seperti ini dan ditambah ada bantuan dari seluruh masyarakat, benar-benar meringankan keluarga yang akan melaksanakan akikah. 


Kemudian pembagian daging kambing juga telah diatur oleh masyarakat di kelurahan OTS. Daging kambing yang disembelih akan dimasak untuk berbuka bersama di masjid. Nasi, lauk pauk, makanan tradisional,buah-buahan dan lainnya disajikan menggunakan piring, tidak disajikan di atas dulang. Sebagian lagi lauk dibungkus untuk masyarakat dan dibagikan ke setiap KK yang ada di keluahan OTS. Khusus untuk anak-anak usia sekolah dasar, para ibu-ibu akan membungkus nasi dan lauk. Anak-anak akan menjemput bungkusan nasi ini ke masjid setelah shalat ashar. Karena yang menghadiri Sijoda dan berbuka bersama dimasjid adalah laki-laki dewasa dan para tamu undangan. Setiap tahun masyarakat akan mengundang walikota dan wakil walikota Payakumbuh, anggota DPRD dan Camat. Pada saat pelaksanaan Sijoda di tahun 2020 misalnya, dihadiri oleh wakil walikota dan Camat Payakumbuh Utara. 


Tradisi Sijoda dilaksanakan di sepuluh hari terakhir Ramadhan, ditanggal ganjil, yang paling sering dilaksanakan di hari ke 23 atau 25 ramadhan. Nilai sosial, keagamaan dan gotongroyong yang terkandung dalam tradisi sijoda selalu disambut antusias oleh masyarakat. Bahkan keluarga yang berada di daerah rantau pun menantikan pelasanaan sijoda setiap tahunnya. Tidak heran pelaksanaan sijoda ini akan selalu ramai dihadiri masyarakat di kelurahan Ompang Tanah Sirah sehingga tradisi ini tetap hidup ditengah-tengah masyarakat.(ul/cici)