Kurikulum Merdeka Memberi Ruang Berinovasi dan Berimprovisasi Dalam Pembelajaran (1) -->

Iklan Muba

Kurikulum Merdeka Memberi Ruang Berinovasi dan Berimprovisasi Dalam Pembelajaran (1)

Rabu, 23 Agustus 2023
Oleh : Alfian Tarmizi, M.Pd
Kepala SDN 17 Ulakan Tapakih,
Padang Pariaman


“Kurikulum adalah tempat bersemayamnya roh pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah tempat bersemainya nilai-nilai budaya dan etika yang memerdekakan peserta didik dari belenggu konvensional” (Al-Tary).


“Selamat pagi anak-anak sekalian...”

“Bagaimana khabar kalian pagi ini...”

“Tetap semangat dalam menyonsong pagi yang cerah ini...” 

“Masih ingat yel-yel kita...”

“Guruku hebat muridku pintar...”

“Tepuk tangan untuk kita semua...”


“Marilah kita mulai pelajaran hari ini dengan berdoa...”

“Berdoa mulai...Selesai...”


“Adakah diantara warga kelas ini yang tidak hadir...?”

“Oke, Alhamdulillah hadir semua...bagus sekali...”


“Coba lihat apa yang bapak pegang ini...”

“Ada yang tau kegunaannya...?”

“Iya bagus sekali...”


“Materi kita hari ini adalah tentang...”

“Tujuan Pembelajaran kita hari ini adalah, 1, 2 dan 3...”

“Metode pembelajaran kita hari ini adalah Problem Promting, Diskusi dan persentasi”

“Teknik penilaian kita hari ini adalah individu dan kelompok. Jadi kalian harus siap bekerjasama.”


Begitulah kira-kira gambaran pembukaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru hebat untuk memulai dan membuka skemata siswa. 


Kalau kita lihat sepintas lalu, ini tidak jauh berbeda dengan RPP atau modul ajar yang beredar di media sosial. Agaknya, akan bisa kita adopsi dan adaptasi. 


Namun yang perlu akan kita garis bawahi, adalah makna dari pembukaan/pendahuluan ketika mengajar. 

Mengawali pembelajaran itu, sesorang guru akan membangun relasi yang membuat peserta didik merasa aman, nyaman, tenang dan bahagia. 


Guru akan memancarkan energi positif melalui gaya, bahasa, mimik wajah yang menarik. Lingkar pengaruh yang dimainkan guru, tentu berusaha menghipnotis siswa untuk fokus pada dirinya. Sehingga setiap tutur kata, dinamika suara, tempo nada bicara mengayun membuai pendengar, agar selalu menunggu apa yang diucapkan guru. Di sinilah, maka perlu ilmu publik speaking bagi seorang guru.


Pembaca yang budiman...

Kegiatan bertanya, apa khabar sampai pada presensi kehadiran siswa itu, merupakan kompetensi sosial emosional yang dimainkan guru. Membuat rasa aman dan nyaman dengan memunculkan kesadaran diri, bahwas siswa siap untuk menerima pembelajaran.


Selanjutnya, guru berusaha mengkongkritkan materi dengan keterwakilan benda yang dibawa sebagai contoh. Karena, guru yang baik adalah guru yang menjelaskan sembari memberi contoh. 


Ketika guru menyampaiakan tujuan, metode beserta langkah-langkahnya dan penilaian yang akan dilakukan, maka disaat itulah, guru telah berhasil mengikat siswa agar terlibat serius dalam pembelajaran.


Ada kata-kata untuk memotivasi kita dalam memulai membuka suatu obrolan, “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda...” Jadi, kita usahakan kesan pertama siswa sebelum masuk kemateri itu, sudah mengena di hatinya. Tentu selanjutnya, mereka akan terbawa suasana.


Pembelajaran yang bermakna seperti inilah, diharapkan oleh setiap kurikulum, apalagi kurikulum merdeka. 


Hal menarik dalam kurikulum merdeka ini, adalah gaya belajar dan metode belajar yang mengandung unsur menganut perbedaan di dalam kelas. Berbeda segi penyampaian, metode, gaya belajar, kebutuhan belajar, lingkungan belajar. Materi yang sama dengan gaya penyampaian yang berbeda, dan teknik tagihan produk serta penilaian, juga berbeda. Yang terpenting tujuannya sama. 


Siswa dapat menguasai materi dengan baik. Perbedaannya adalah, cara pencapaian, kualitas pencapaian dan waktu pencapaian yang berbeda sesuai kemampuan siswa. Di sinilah, letak kebebasan atau memerdekakan siswa dari belenggu konvensional yang mengharuskan mereka selama ini. 


Kalau boleh kita analogikan pada kegiatan lomba lari 100 meter yang diikuti oleh 10 orang siswa dengan berbeda fisik, kekuatan, gaya lari dan skill/kemampuannya. 


Pertanyaannya apakah sama waktu pencapaian mereka di garis finish ..?

Apakah sama gaya mereka berlari ..?

Apakah sama kecepatan mereka dalam berlari ..?

Apkah mereka sama-sama mencapai garis finish ...?


Silahkan pembaca yang menyimpulkan sendiri. 

Peran kita sebagai guru hanya memotivasi, mengarahkan, memfasilitasi agar mereka mengekseskusi sesuai ekspektasi mereka masing-masing.


Nah, di sinilah kita diberi ruang berinovasi dan berkreasi mencedaskan anak Bangsa di Sekolah. Disamping itu, telah ditegaskan melalui kemerdekaan belajar sebagaimana dituangkan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara dalam filosofi berbunyi ; “Mendidik adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dari segala aspek kehidupan secara fisik, mental, jasmani dan rohani”. (Ki Hajar Dewantara) 


Filosofi ini bagi kita sebagai guru, harus memegang teguh prinsip sebagai pemimpin pembelajaran yang terejawantah melalui "Inngarso sung tu lo do (dari depan guru itu sebagai contoh teladan), Ing madyo mangun karso (dari tengah guru itu sebagai pemberi inspirasi/ide/gagasan), tut wuri handayani (dari belakang guru itu sebagai pemberi support/dukungan/semangat)". 


Melalui akhir tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa, sebagai guru tugas kita amatlah mulia. Namun berat untuk dilaksanakan. Akan tetapi, tugas kita lebih terasa ringan dan menjadi suatu rutinitas yang berharga di mata manusia dan bernilai ibadah di pandang Tuhan Yang Maha Esa, maka ikhlaskanlah diri mengabdi demi anak negeri. Cintai murid, layaknya anak kandung sendiri. Oleh sebab itu, apapun yang kita lakukan pasti berpihak pada kepentingan mereka.

Aamiiin...


Sumber Bacaan:

- Eko Adinuryadin, M.Pd, Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara, SMAN 1 Jatilawang, 2023.

- Rostina Mansyur, M.Pd, Filosofi Pendikan Ki Hajar Dewantara, SMPN 3 Sunggu Minahasa, 2023.

- Alfian Tarmizi, M.Pd, Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara, FajarSumbar.com, 2022.