ilustrasi |
Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis prediksi yang mengindikasikan sejumlah wilayah di Indonesia akan menghadapi ancaman kekeringan hingga bulan November mendatang. Fenomena ini terkait dengan pengaruh El Nino yang masih memengaruhi pola curah hujan di Indonesia. Prediksi ini disampaikan dalam acara di Jakarta oleh Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Fachri Rajab.
Fachri Rajab menjelaskan bahwa fenomena El Nino diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun 2023, bahkan kemungkinan awal tahun 2024. Kondisi ini diiringi oleh prediksi hujan bulanan yang masih dipengaruhi oleh El Nino. Meskipun demikian, Fachri juga menambahkan bahwa ketika memasuki musim hujan, dampak polusi udara kemungkinan akan berkurang.
"Prediksi hujan bulanan, Indonesia masih dipengaruhi El Nino. September, Oktober, masih akan terjadi sampai Desember bahkan sampai awal 2024. Tapi harapannya masuk musim hujan dampaknya [polusi udara] berkurang," kata Fachri.
Lebih lanjut, Fachri juga mengingatkan bahwa hingga November, wilayah Indonesia perlu waspada terhadap risiko kekeringan. Namun, pada bulan Desember, situasinya berpotensi berubah menjadi ancaman banjir.
Sebelumnya, perkiraan El Nino juga diperkirakan akan berlangsung hingga Februari 2024, dan dapat menyebabkan kenaikan suhu global yang melebihi rekor El Nino kuat pada awal tahun 2016. Laporan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) juga menunjukkan kemungkinan lebih dari 95 persen bahwa El Nino akan berlanjut hingga Februari 2024 dengan dampak iklim yang luas.
Data BMKG menunjukkan bahwa 63 persen wilayah Indonesia saat ini sudah memasuki musim kemarau dan terpengaruh oleh El Nino. Beberapa daerah yang akan terdampak cukup kuat adalah wilayah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Lampung, sebagian besar wilayah Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
Meskipun dampak El Nino di Indonesia terbilang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, BMKG tetap mengingatkan akan potensi kekeringan dan musim kering yang ekstrem. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa meskipun ada penurunan debit sungai dan peningkatan suhu muka air laut, dampaknya di Indonesia diperkirakan tidak akan separah tahun-tahun sebelumnya, seperti pada 2015 ketika terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Fenomena El Nino menjadi perhatian global dan mempengaruhi banyak negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Meskipun intensitas dampaknya di Indonesia lebih rendah, pihak berwenang dan masyarakat diharapkan untuk tetap siaga dan mengambil langkah-langkah untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul.(des)