Dampak Pelemahan Rupiah, Tidak Perlu Khawatir, Kata Josua Pardede -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Dampak Pelemahan Rupiah, Tidak Perlu Khawatir, Kata Josua Pardede

Jumat, 19 April 2024

Menko Airlangga Hartarto soal Rupiah melemah .


Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa cadangan devisa di Bank Indonesia (BI) masih cukup besar, sehingga pelemahan rupiah saat ini tidak perlu dikhawatirkan.


"Cadangan devisa pemerintah di BI masih besar, sekitar USD136 miliar, jadi tidak perlu dikhawatirkan," katanya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (18/4/2024).


Ia juga menambahkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara Asia lainnya.


"Mata uang berbagai negara melemah terhadap USD, bukan karena mata uang mereka lemah, tetapi karena penguatan USD. Kita memiliki fundamental ekonomi yang kuat, dan pemerintah siap dengan berbagai skenario, termasuk menggunakan APBN sebagai bantalan," jelas Airlangga.


Sebelumnya, ekonom Josua Pardede berpendapat masyarakat tidak perlu khawatir dengan pelemahan rupiah saat ini karena dampaknya terhadap masyarakat umum cenderung kecil.


Menurut Josua, masyarakat yang berpenghasilan dan mengeluarkan uang dalam rupiah tidak akan terlalu merasakan dampak pelemahan rupiah.


"Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap dampak pelemahan rupiah terhadap daya beli dan perekonomian domestik," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (17/4/2024).


Josua juga menjelaskan bahwa meskipun nilai tukar NDF rupiah terhadap dollar AS mencapai level 16.000, kondisinya berbeda dengan krisis tahun 1998 ketika rupiah melemah dari level 4.000 ke 16.000 karena krisis mata uang.


Pada masa krisis pandemi 2020, meskipun rupiah juga melemah hingga mencapai level 16.000, pelemahannya tidak bersifat permanen.


"Jadi meskipun rupiah mendekati level 16.000, perlu dipahami bahwa nilai tukar rupiah di akhir tahun 2023 berada di level 15.397 per dollar, yang menunjukkan pelemahan rupiah tidak separah tahun 1998 karena fundamental ekonomi Indonesia masih solid dan kuat," kata Josua.(BY)