Kesulitan Keuangan, Pengusaha Tekstil Tak Sanggup Bayar Pesangon PHK Massal -->

Iklan Cawako Sawahlunto

Kesulitan Keuangan, Pengusaha Tekstil Tak Sanggup Bayar Pesangon PHK Massal

Rabu, 19 Juni 2024

Pengusaha tekstil tak sanggup bayar pesangon


Jakarta - Pengusaha tekstil mengaku tidak mampu membayar pesangon bagi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Asosiasi Buruh menyatakan bahwa beberapa perusahaan tekstil yang melakukan PHK massal sejak akhir 2023, masih belum menyelesaikan pembayaran pesangon bagi karyawan mereka.


Sebanyak 10 perusahaan tekstil lokal telah mem-PHK 13.800 karyawan karena efisiensi atau penutupan pabrik akibat menurunnya pesanan sehingga menyebabkan kondisi keuangan yang tidak sehat.


Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), David Leonardi, menjelaskan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini mengalami penurunan permintaan akibat masuknya produk impor pakaian jadi dari China, setelah adanya relaksasi impor berdasarkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Akibat harga yang tidak kompetitif, keuangan perusahaan tekstil mengalami kesulitan sehingga tidak mampu menutupi biaya tetap setiap bulannya.


"Industri TPT memiliki biaya tetap setiap bulan berupa upah, listrik, energi, dan lainnya. Jika tidak ada pesanan, otomatis perusahaan tidak akan mendapat pemasukan," jelas David saat dihubungi, Selasa (18/6/2024).


David menambahkan bahwa ketiadaan pemasukan menyebabkan efisiensi dan bahkan penutupan pabrik menjadi tidak terhindarkan, yang berujung pada PHK massal dan ketidakmampuan perusahaan tekstil membayar pesangon.


"Perusahaan yang cash flow-nya sudah tidak kuat, otomatis tidak akan sanggup membayar pesangon karyawannya," ujarnya.


Lebih lanjut, David menyebutkan bahwa membanjirnya produk impor yang menguasai pasar tekstil lokal Indonesia juga didukung oleh regulasi pemerintah yang kurang melindungi pasar tekstil domestik.


"Kondisi pasar saat ini kurang dilindungi regulasi sehingga banyak produk murah bisa masuk ke Indonesia," katanya.


David mengungkapkan bahwa berdasarkan data impor di sektor TPT, produk yang paling banyak diimpor adalah kain sebesar 39,64%, diikuti serat sebesar 32,40%. Namun, terdapat impor yang tidak tercatat pada sektor pakaian jadi.


"Impor tidak tercatat ini menyebabkan banyak industri TPT mengalami penurunan penjualan hingga gulung tikar dan PHK massal. Produk impor pakaian jadi yang tidak tercatat sulit dilacak sehingga diragukan apakah mengikuti regulasi impor TPT," jelas David.


Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengatakan PHK pekerja industri TPT memang tidak dapat dihindari. Namun, PHK massal ini masih menyisakan masalah pesangon bagi belasan ribu pekerja yang dirumahkan.


"Pesangon karyawan TPT yang di-PHK masih belum jelas. Meski sebagian perusahaan masih dalam tahap negosiasi, tetapi ada yang belum jelas penyelesaiannya," jelas Ristadi.


Ristadi menambahkan bahwa situasi ini diperoleh dari informasi pekerja-pekerja Industri TPT yang tergabung dalam KSPN. Salah satu perusahaan TPT, yang namanya tidak disebutkan, belum mengumumkan kesanggupan membayar pesangon karyawan yang di-PHK.


"Manajemen perusahaan belum menyatakan kesanggupan membayar pesangon karyawannya, sehingga belum jelas," tutur Ristadi.


"Sampai sekarang masih banyak teman-teman pekerja perusahaan TPT yang belum jelas pesangonnya. Belum cair," sambung Ristadi.(BY)